1 Raja-Raja 18:32 - Mukjizat di Gunung Karmel

"Dan ia mendirikan mezbah di hadapan mezbah itu, dengan batu dua belas buah, sesuai dengan bilangan suku keturunan Israel."

Karmel

Kisah yang tertulis dalam 1 Raja-Raja 18:32 membawa kita kembali ke salah satu momen paling dramatis dan menentukan dalam sejarah Israel kuno: ujian ilahi di Gunung Karmel. Peristiwa ini tidak hanya menjadi saksi bisu pertarungan iman yang sengit, tetapi juga menjadi bukti kuat atas kedaulatan Allah yang sesungguhnya. Di tengah keputusasaan dan kebingungan umat yang terpecah belah, Nabi Elia berdiri teguh sebagai satu-satunya wakil Allah Yahweh di tengah ribuan nabi Baal.

Dalam ayat ini, kita melihat tindakan Elia yang sangat simbolis: mendirikan mezbah dari dua belas batu. Pemilihan dua belas batu ini bukanlah kebetulan. Dua belas batu merepresentasikan dua belas suku Israel, yang pada masa itu telah terpecah menjadi kerajaan utara dan selatan. Elia dengan cerdik menegaskan kembali identitas asli bangsa Israel sebagai umat perjanjian Allah yang satu. Ia mengingatkan mereka bahwa, terlepas dari perpecahan politik dan penyembahan berhala yang merajalela, mereka tetaplah satu bangsa yang dipanggil oleh satu Allah yang sama. Mezbah ini menjadi pengingat visual tentang unity yang seharusnya ada di antara keturunan Yakub.

Ujian di Gunung Karmel adalah konsekuensi langsung dari kejatuhan rohani Israel di bawah pemerintahan Raja Ahab dan ratunya, Izebel. Mereka telah berpaling dari Allah nenek moyang mereka dan memeluk penyembahan kepada Baal, dewa kesuburan Fenisia. Hal ini menyebabkan kekeringan yang melanda negeri selama bertahun-tahun, sebuah pukulan telak bagi masyarakat agraris yang sangat bergantung pada hujan. Elia, dalam keberanian yang luar biasa, menantang raja dan para nabi Baal untuk sebuah konfrontasi langsung di hadapan seluruh umat Israel. Tujuannya jelas: untuk membuktikan siapa Allah yang benar dan mengembalikan umat kepada kesetiaan mereka.

Tindakan Elia membangun mezbah dari dua belas batu sebelum memanggil api dari langit memiliki makna yang mendalam. Ia tidak hanya menunjukkan keahliannya sebagai nabi, tetapi juga mengaitkan tindakan ilahi yang akan datang dengan identitas dan perjanjian Allah dengan seluruh umat-Nya. Ini adalah panggilan untuk pertobatan kolektif, pengakuan bahwa kesalahan bukan hanya terletak pada individu, tetapi pada seluruh bangsa yang telah melupakan Tuhannya. Ketika api turun dari langit dan membakar korban bakaran, air, dan bahkan batu-batu mezbah, itu adalah pernyataan yang tak terbantahkan tentang kekuatan dan kebenaran Allah Yahweh.

Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita hingga kini. Di tengah dunia yang seringkali dipenuhi dengan berbagai macam "kultus" modern yang menjauhkan kita dari kebenaran rohani, penting untuk kembali pada fondasi iman kita. Ayat 1 Raja-Raja 18:32 mengingatkan kita akan pentingnya persatuan dalam iman dan pengingat konstan akan panggilan ilahi kepada kita. Ketika kita menghadapi tantangan atau keraguan, seperti umat Israel di Gunung Karmel, kita dapat mencari kekuatan dalam janji-janji Allah dan dalam unity komunitas orang percaya yang didasarkan pada kebenaran-Nya. Mukjizat di Gunung Karmel adalah bukti bahwa Allah selalu ada untuk mereka yang berseru kepada-Nya dengan tulus, mengembalikan umat-Nya dari jalan yang sesat menuju kebenaran abadi.