Imamat 25:7 - Hukum Sabat Pertanian yang Sejuk dan Cerah

"Tetapi pada tahun ketujuh haruslah tanah itu beristirahat sama sekali, suatu sabat untuk TUHAN; janganlah engkau mengerjakannya dan janganlah engkau mencukur pohon mezraamu."
Ilustrasi Padang Sabat yang Hijau dan Damai Tanah Beristirahat

Imamat 25:7 menyajikan sebuah perintah ilahi yang fundamental dalam hukum Musa: kewajiban untuk membiarkan tanah beristirahat pada tahun ketujuh. Perintah ini bukan sekadar larangan untuk bercocok tanam, melainkan sebuah prinsip mendalam tentang ketergantungan manusia kepada Tuhan dan pentingnya keseimbangan ekologis. Di tengah kesibukan dunia modern yang terus berpacu, perintah ini mengingatkan kita akan nilai istirahat, pemulihan, dan pengakuan bahwa segala sesuatu pada akhirnya adalah milik Yang Maha Kuasa.

Konsep "sabat untuk TUHAN" menekankan bahwa tahun istirahat ini dipersembahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Ini adalah pengakuan bahwa tanah, beserta segala sumber daya di dalamnya, adalah ciptaan Tuhan dan berada di bawah pemeliharaan-Nya. Manusia, sebagai pengelola, memiliki tanggung jawab untuk menghormati ketetapan-Nya, termasuk aturan mengenai masa istirahat. Tanpa istirahat, tanah akan menjadi tandus dan tidak produktif, sebuah analogi yang kuat untuk menggambarkan kondisi manusia yang kelelahan tanpa waktu untuk pemulihan rohani, mental, dan fisik.

Perintah ini juga mencakup larangan untuk "mencukur pohon mezraamu". Istilah "mezraamu" merujuk pada pohon buah-buahan yang baru ditanam. Larangan ini menunjukkan bahwa tidak hanya tanah yang harus beristirahat, tetapi juga upaya untuk mendapatkan hasil panen dari pohon-pohon yang belum matang atau masih dalam tahap awal pertumbuhan juga harus dihentikan. Ini memperkuat gagasan tentang penyerahan total dan kepercayaan bahwa Tuhan akan mencukupi kebutuhan mereka, bahkan ketika mereka mematuhi perintah-Nya.

Dalam konteks Israel kuno, hukum sabat ini memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang signifikan. Hal ini mencegah penumpukan kekayaan yang berlebihan melalui eksploitasi tanah yang tiada henti. Setiap orang, dari petani kaya hingga orang miskin, wajib mematuhi hukum ini. Bagi mereka yang kurang mampu, tahun sabat ini sering kali berarti sumber makanan yang tersedia dari hasil pertumbuhan liar, atau bagi mereka yang memiliki sedikit sumber daya, bergantung pada kemurahan hati dan sistem bantuan komunitas. Ini mengajarkan tentang keadilan dan kesetaraan.

Meskipun hukum ini secara spesifik ditujukan kepada bangsa Israel dalam konteks perjanjian Musa, prinsip-prinsip di baliknya tetap relevan hingga kini. Dalam kehidupan yang serba cepat, kita sering kali lupa akan pentingnya jeda. Membiarkan "tanah" kita—baik itu jiwa, tubuh, hubungan, atau bahkan lingkungan alam di sekitar kita—untuk beristirahat adalah tindakan bijaksana. Mengakui ketergantungan kita pada kekuatan yang lebih tinggi dan menghormati siklus alami adalah kunci untuk keberlanjutan dan kedamaian sejati. Imamat 25:7 adalah pengingat yang sejuk dan cerah akan kebutuhan abadi akan istirahat dan pemulihan, serta pengakuan terhadap kedaulatan Tuhan atas segala ciptaan.