Kitab Imamat, sebagai panduan ibadah dan hukum bagi bangsa Israel, sering kali menyoroti pentingnya persembahan kepada Tuhan. Salah satu jenis persembahan yang memiliki makna mendalam adalah persembahan keselamatan, yang sering juga disebut sebagai persembahan damai sejahtera. Ayat 3 dari pasal 3, Imamat, secara spesifik menyebutkan bahwa dari kawanan lembu sapi, hewan jantan atau betina yang tidak bercela dapat dipersembahkan sebagai korban keselamatan.
Persembahan keselamatan bukan sekadar tindakan ketaatan ritual. Ia melambangkan lebih dari itu. Kata "keselamatan" sendiri dalam bahasa Ibrani, shalom, memiliki arti yang lebih luas dari sekadar damai. Ia mencakup kesejahteraan, keutuhan, harmoni, dan hubungan yang baik. Ketika seseorang mempersembahkan korban keselamatan, ia secara aktif membangun dan memelihara hubungannya dengan Tuhan, sekaligus menikmati berkat serta damai sejahtera yang datang dari relasi yang baik tersebut.
Imamat 3:3 menekankan penggunaan hewan yang "tidak bercela". Persyaratan ini sangat penting. Hewan yang dipilih haruslah hewan terbaik, yang bebas dari cacat fisik atau penyakit. Ini mencerminkan bahwa Tuhan layak menerima yang terbaik dari umat-Nya. Ketidakbercelaan hewan persembahan mengajarkan tentang kesempurnaan karakter yang harus dimiliki oleh penyembah. Ia melambangkan penyangkalan diri, penyerahan total, dan kesungguhan hati dalam menghampiri Tuhan.
Hewan yang dipersembahkan dapat berupa lembu sapi, baik jantan maupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan menerima persembahan dari berbagai jenis dan status umat-Nya, selama hati mereka tulus dan persembahan mereka memenuhi standar kekudusan-Nya. Persembahan ini kemudian dibagikan. Sebagian dipersembahkan kepada Tuhan (melalui pembakaran lemak dan bagian tertentu di mezbah), sebagian diberikan kepada para imam sebagai bagian mereka, dan sebagian lagi dikonsumsi oleh si persembah, keluarganya, dan para tamu mereka dalam sebuah perjamuan sukacita. Ini adalah persembahan yang dirayakan, yang mendatangkan sukacita dan kebersamaan.
Meskipun sistem persembahan ritual dalam Perjanjian Lama tidak lagi dipraktikkan dalam bentuk yang sama di era Perjanjian Baru, prinsip-prinsip di baliknya tetap relevan. Yesus Kristus adalah penggenapan dari semua korban persembahan. Melalui kematian-Nya di kayu salib, Ia menjadi korban keselamatan yang sempurna bagi seluruh umat manusia. Dengan iman kepada-Nya, kita diperdamaikan dengan Allah dan menerima kesejahteraan serta damai sejahtera sejati.
Sebagai orang percaya saat ini, kita dipanggil untuk mempersembahkan diri kita sendiri sebagai "korban yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah" (Roma 12:1). Ini berarti menyerahkan seluruh hidup kita, hati kita, dan perbuatan kita kepada Tuhan dengan ketulusan dan tanpa kecelaan karakter. Persembahan keselamatan kita di masa kini diwujudkan melalui pujian, ucapan syukur, pelayanan kasih, dan gaya hidup yang memuliakan Tuhan. Segala sesuatu yang kita lakukan, bahkan hal-hal kecil sehari-hari, dapat menjadi persembahan yang berkenan ketika dilakukan dengan motivasi yang benar dan hati yang penuh kasih kepada Tuhan dan sesama. Prinsip memberikan yang terbaik, yang tidak bercela, tetap menjadi inti dari setiap ibadah yang tulus.