"Setiap laki-laki di antara orang-orang Lewi harus memakan bagian itu sebagai bagian yang tetap turun-temurun dari korban-korban persembahan TUHAN. Siapa pun yang menjamah korban-korban itu akan menjadi kudus."
Ilustrasi sederhana yang mewakili bagian dan kesucian.
Ayat Imamat 6:29 merupakan bagian dari perintah-perintah yang diberikan oleh Tuhan kepada Musa mengenai hukum-hukum korban persembahan dalam Perjanjian Lama. Ayat ini secara spesifik berbicara tentang pembagian korban persembahan, terutama dalam konteks korban penebus salah dan korban sembelihan lainnya yang diperuntukkan bagi para imam. Fokus utama ayat ini adalah penetapan hak bagi para imam untuk memakan bagian dari korban-korban tersebut, serta konsekuensi dari menjamah korban tersebut, yaitu menjadi kudus.
Dalam sistem korban Perjanjian Lama, berbagai jenis persembahan dipersembahkan kepada Tuhan di Kemah Suci, kemudian di Bait Suci. Beberapa dari korban tersebut, setelah dipersembahkan, menjadi milik para imam sebagai bagian dari pelayanan mereka. Imamat 6:29 menggarisbawahi hal ini, menyatakan bahwa para laki-laki di antara kaum Lewi (yang secara khusus melayani Tuhan) berhak memakan bagian ini sebagai "bagian yang tetap turun-temurun." Ini menunjukkan bahwa hak ini bersifat warisan dan terus menerus berlaku bagi kaum Lewi.
Bagian kedua dari ayat ini, "Siapa pun yang menjamah korban-korban itu akan menjadi kudus," memiliki makna teologis yang penting. "Menjadi kudus" dalam konteks ini bukan berarti seseorang tiba-tiba menjadi orang yang lebih baik atau lebih saleh secara moral. Sebaliknya, ini merujuk pada status sakral atau terpisah untuk tujuan ilahi. Ketika seseorang atau sesuatu disentuh oleh korban yang telah dipersembahkan kepada Tuhan, mereka dianggap telah diangkat ke dalam lingkaran kesucian ilahi.
Bagi para imam, memakan bagian dari korban persembahan adalah bagian dari tugas dan anugerah pelayanan mereka. Ini mengingatkan mereka akan keterpisahan mereka untuk melayani Tuhan dan tanggung jawab mereka dalam mengelola hal-hal yang sakral. Konsep kesucian ini sangat penting dalam Perjanjian Lama karena menekankan kesempurnaan dan kekudusan Tuhan yang tidak dapat didekati oleh manusia tanpa perantaraan dan penetapan ilahi.
Dalam konteks yang lebih luas, Imamat 6:29 mengingatkan kita tentang pentingnya menghormati hal-hal yang dipersembahkan kepada Tuhan dan aturan-aturan yang ditetapkan-Nya. Ini juga memberikan gambaran awal tentang bagaimana Tuhan menyediakan kebutuhan bagi para pelayan-Nya, dan bagaimana kesucian adalah kualitas yang mendasar dalam setiap aspek penyembahan dan pelayanan kepada-Nya. Meskipun hukum-hukum korban persembahan Perjanjian Lama telah digenapi dalam diri Yesus Kristus, prinsip-prinsip teologis di baliknya, seperti pentingnya kekudusan Tuhan dan pemisahan untuk pelayanan-Nya, tetap relevan bagi umat percaya saat ini.