"Dan tentang persembahan syukur daripada kelimpahannya dan daripada nazarnya ia harus dipersembahkan bersama-sama dengan korban sembelihan, yang hendak dipersembahkan korban sembelihan itu, supaya menjadi bau yang menyenangkan TUHAN."
Ayat Imamat 7:10 memberikan petunjuk penting mengenai persembahan syukur dalam konteks ibadah Israel kuno. Persembahan ini bukan sekadar ritual belaka, melainkan sebuah ekspresi hati yang mendalam sebagai pengakuan atas berkat dan kebaikan Tuhan. Kata kunci di sini adalah "kelimpahan" dan "nazarnya". Ini menunjukkan bahwa persembahan syukur datang dari hati yang penuh, sebagai respons terhadap anugerah yang telah diterima, maupun sebagai pemenuhan janji yang telah diucapkan kepada Tuhan.
Penting untuk dicatat bahwa persembahan syukur ini dipersembahkan "bersama-sama dengan korban sembelihan". Hal ini menggarisbawahi bahwa seluruh proses ibadah, termasuk pengakuan dosa melalui korban pendamaian, membentuk satu kesatuan yang utuh dalam berhubungan dengan Tuhan. Persembahan syukur menjadi pelengkap yang sempurna, menegaskan bahwa hubungan yang benar dengan Tuhan tidak hanya tentang pemulihan dari dosa, tetapi juga tentang sukacita dan terima kasih atas pemeliharaan-Nya.
Frasa "supaya menjadi bau yang menyenangkan TUHAN" merupakan ungkapan yang sering muncul dalam Kitab Imamat. Ini bukan berarti Tuhan memiliki indra penciuman seperti manusia. Sebaliknya, ini adalah kiasan untuk menggambarkan penerimaan dan perkenanan Tuhan terhadap persembahan tersebut. Ketika persembahan dipersembahkan dengan hati yang tulus, setia, dan penuh syukur, itu menyenangkan hati Tuhan. Ini mencerminkan keselarasan antara umat dengan kehendak ilahi.
Persembahan syukur mengajarkan kita untuk tidak melupakan sumber segala kebaikan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menerima berbagai berkat, baik besar maupun kecil. Mulai dari kesehatan, rezeki, hubungan yang baik, hingga kekuatan untuk menjalani hari. Imamat 7:10 mengingatkan kita untuk mengidentifikasi berkat-berkat ini dan meresponsnya dengan tindakan syukur yang nyata kepada Tuhan.
Meskipun kita tidak lagi menjalankan sistem persembahan korban secara harfiah seperti dalam Perjanjian Lama, prinsip di balik persembahan syukur tetap relevan. Di masa kini, "persembahan syukur" bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk. Ini bisa berupa:
Intinya adalah bahwa setiap kebaikan yang datang kepada kita seharusnya mendorong respons hati yang penuh syukur dan diwujudkan dalam tindakan nyata. Sebagaimana persembahan syukur di Imamat menjadi tanda hubungan yang harmonis dengan Tuhan, demikian pula tindakan syukur kita hari ini menjadi bukti iman dan kasih kita kepada Dia yang sumber segala berkat.
Memelihara hati yang bersyukur adalah kunci untuk mengalami kedamaian dan sukacita yang berkelimpahan. Dengan mengingat dan mempraktikkan prinsip dari Imamat 7:10, kita dapat terus menjaga hubungan yang dekat dan menyenangkan hati Tuhan dalam setiap aspek kehidupan kita.