Ayat Imamat 7:28 membuka pintu pemahaman kita mengenai seluk-beluk ibadah dan persembahan dalam tradisi Israel kuno. Ayat ini, yang merupakan bagian dari instruksi yang lebih luas tentang hukum kurban, secara spesifik menyoroti bagaimana bagian dari korban keselamatan (korban damai sejahtera) seharusnya ditangani. Penting untuk diingat bahwa persembahan kurban bukan sekadar ritual kosong, melainkan sebuah tindakan ketaatan, pengakuan dosa, rasa syukur, dan pemeliharaan hubungan dengan Tuhan.
Dalam konteks Imamat 7:28, fokusnya adalah pada "korban keselamatan" atau "korban damai sejahtera". Ini adalah jenis kurban yang dipersembahkan bukan karena dosa yang perlu ditebus, melainkan sebagai ungkapan syukur, untuk mengikrarkan nazar, atau sekadar untuk menikmati persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Kurban ini memiliki ciri khas karena sebagian besar dagingnya dapat dimakan oleh orang yang mempersembahkannya, keluarganya, dan para imam.
Ayat ini menyebutkan beberapa jenis persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan, yang sebagian besar menjadi bagian para imam. Ini termasuk daging kurban itu sendiri, serta berbagai macam roti dan kue: roti yang tidak beragi, kue dari tepung campur minyak, dan kue yang tipis serta beragi. Keberagaman ini menunjukkan bahwa persembahan itu bersifat komprehensif, mencakup aspek nutrisi dan perayaan. Para imam, yang melayani di hadapan Tuhan, menerima bagian ini sebagai bentuk pemeliharaan mereka dan sebagai penghargaan atas pelayanan mereka dalam memfasilitasi ibadah umat.
Penekanan pada frasa "yang pertama adalah yang terbaik, dan yang kedua adalah yang terbaik juga" adalah krusial. Ini menggarisbawahi prinsip pengorbanan yang tulus dan tanpa cacat. Tuhan layak menerima yang terbaik dari umat-Nya. Baik persembahan utama yang dipersembahkan kepada Tuhan di mezbah, maupun bagian yang diperuntukkan bagi para imam, semuanya harus dipilih dengan cermat dan dipersembahkan dengan hati yang penuh sukacita dan hormat. Ini mengajarkan kita bahwa dalam segala sesuatu yang kita berikan kepada Tuhan, entah itu waktu, talenta, materi, atau ucapan syukur, kualitas dan ketulusan niat adalah yang terpenting.
Memahami Imamat 7:28 juga membantu kita melihat bagaimana ibadah dalam Perjanjian Lama dirancang untuk menjadi pengalaman komunal. Korban keselamatan, khususnya, memungkinkan orang untuk berkumpul dan merayakan kebaikan Tuhan bersama. Ini bukan hanya tentang satu individu yang datang kepada Tuhan, tetapi sebuah keluarga atau komunitas yang bersukacita dalam hadirat-Nya. Para imam memainkan peran penting dalam proses ini, bertindak sebagai perantara dan pelayan.
Meskipun konteks hukum dan persembahan kurban dalam Perjanjian Lama bersifat spesifik untuk Israel kuno, prinsip-prinsip di baliknya tetap relevan. Imamat 7:28 mengingatkan kita akan pentingnya kesungguhan, ketulusan, dan pemberian yang terbaik dalam hubungan kita dengan Tuhan. Ia mengajarkan bahwa ibadah kita seharusnya bukan sekadar rutinitas, tetapi sebuah ekspresi hati yang penuh syukur dan hormat kepada Sang Pencipta.