"Dan sisa dari daging persembahan dan roti itu harus kamu makan; di suatu tempat yang suci harus kamu memakannya, sebab itu adalah bagianmu dan bagian para imammu, yang diambil dari korban pengenalan, yang dipersembahkan karena perintah.
Ayat Imamat 8:32 membawa kita pada sebuah instruksi penting dalam konteks ibadah dan persembahan kepada Tuhan. Setelah Musa mengurapi Harun dan anak-anaknya menjadi imam, serta mempersembahkan berbagai korban sesuai titah Tuhan, ada bagian dari persembahan tersebut yang diperintahkan untuk dimakan oleh para imam. Perintah ini bukanlah sekadar urusan makanan, melainkan sebuah gambaran mendalam tentang hubungan umat dengan Tuhan dan peran para pelayan-Nya.
Persembahan yang dimaksud di sini adalah korban pengenalan, yang sering juga diterjemahkan sebagai korban keselamatan atau korban damai sejahtera. Korban ini dipersembahkan oleh umat Israel untuk mengungkapkan rasa syukur, memohon berkat, atau menggenapi nazar. Keunikan dari korban pengenalan adalah adanya bagian yang kembali kepada umat dan para imam. Ini menandakan bahwa ibadah kepada Tuhan tidak hanya bersifat vertikal, tetapi juga horizontal, menciptakan persekutuan dan sukacita bersama.
Frasa "di suatu tempat yang suci harus kamu memakannya" menggarisbawahi kesakralan dari perjamuan tersebut. Makanan yang berasal dari persembahan bukan sekadar konsumsi biasa, melainkan makanan yang diberkati dan dikuduskan oleh hadirat Tuhan. Para imam, yang bertugas melayani di hadirat Tuhan, diberi kehormatan untuk memakannya sebagai bagian dari tanggung jawab dan hak mereka. Ini mengajarkan kita bahwa pelayanan kepada Tuhan membawa berkat dan pemeliharaan dari-Nya.
Bagi umat, mengetahui bahwa sebagian dari persembahan mereka diolah dan dimakan oleh para imam di tempat kudus, memberikan jaminan akan adanya kepedulian dan perantaraan. Para imam menjadi perwakilan umat di hadapan Tuhan, dan mereka dipelihara oleh umat melalui persembahan. Keterikatan ini mencerminkan bagaimana kesetiaan kita kepada Tuhan dan komunitas gereja juga memelihara mereka yang melayani.
Ayat ini mengingatkan kita akan anugerah yang melimpah dalam kehidupan rohani. Ketika kita dengan setia memberikan yang terbaik bagi Tuhan, entah itu waktu, tenaga, talenta, atau harta benda, Tuhan tidak pernah lalai memelihara dan memberkati kita. Lebih dari itu, persembahan kita menjadi sarana untuk membangun persekutuan yang lebih erat, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama. Makan dari sisa persembahan adalah simbol persekutuan yang penuh sukacita dan kedamaian.
Mari kita merenungkan makna Imamat 8:32 dalam konteks kekinian. Apakah kita memahami bahwa pelayanan dalam gereja memiliki nilai kesucian dan membawa berkat? Apakah kita dengan sukacita mendukung para pelayan Tuhan, menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tubuh Kristus yang dipercaya untuk memimpin dan melayani? Kesetiaan dalam memberikan persembahan, baik materiil maupun non-materiil, adalah ekspresi iman kita yang akan mendatangkan anugerah dan pemeliharaan dari Sang Ilahi. Ini adalah undangan untuk terus berpartisipasi dalam perjamuan suci yang Tuhan sediakan bagi umat-Nya.