Dalam kisah agung pembukaan ibadah bangsa Israel di kemah pertemuan, terdapat sebuah momen krusial yang tercatat dalam Kitab Imamat pasal 9 ayat 13. Ayat ini tidak sekadar melaporkan sebuah ritual, melainkan membuka jendela pemahaman kita mengenai keseriusan, ketelitian, dan kesempurnaan yang dikehendaki Tuhan dalam setiap aspek penyembahan kepada-Nya. Peristiwa ini terjadi setelah Harun dan putra-putranya ditahbiskan menjadi imam, dan kini mereka siap untuk menjalankan tugas imamat mereka yang suci di hadapan Tuhan.
Ayat ini secara spesifik menggambarkan tindakan Harun dalam mempersembahkan korban bakaran. Kata "mempersembahkan" di sini menekankan tindakan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Harun tidak hanya sekadar melakukan tugas, tetapi ia memberikan seluruh bagian yang telah ditentukan: potongan-potongan hewan kurban, kepala, dan urat pancitnya. Setiap elemen ini memiliki makna simbolis yang mendalam dalam sistem korban Israel kuno. Potongan-potongan mewakili bagian-bagian yang bernilai, kepala melambangkan kehormatan dan akal budi, sementara urat pancit bisa diartikan sebagai bagian yang paling dalam dari kehidupan.
Fokus pada "bau-bauan yang menyenangkan di atas mezbah" mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati bukan hanya soal ritual fisik semata, tetapi juga tentang resonansi spiritual yang dapat menyenangkan hati Tuhan. Bau-bauan yang menyenangkan adalah metafora untuk kesukaan hati Tuhan atas korban yang dipersembahkan dengan hati yang tulus dan penurut. Ini adalah gambaran tentang bagaimana ketaatan yang dilakukan dengan setia dapat membawa sukacita bagi Tuhan.
Penting untuk dicatat frasa penutup ayat ini: "seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa." Pernyataan ini sangat fundamental. Harun tidak bertindak berdasarkan inisiatifnya sendiri, tidak pula berdasarkan tradisi yang ia ciptakan. Setiap langkah, setiap bagian dari korban, setiap cara persembahan, semuanya telah diatur secara ilahi melalui Musa, yang bertindak sebagai perantara Tuhan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ketaatan terhadap firman Tuhan. Ketaatan bukan pilihan, melainkan kewajiban bagi mereka yang ingin mendekat kepada Tuhan.
Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini menjadi fondasi bagi pemahaman kita tentang ibadah Kristen. Meskipun kita tidak lagi mempersembahkan korban hewan seperti di Perjanjian Lama, prinsip-prinsip ketaatan, keseriusan, penyerahan diri, dan hati yang menyenangkan Tuhan tetap relevan. Rasul Paulus dalam Roma 12:1 menyerukan agar kita mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah, yang adalah ibadah kita yang sejati. Ini adalah panggilan untuk menjadikan seluruh kehidupan kita sebagai ibadah, menuruti perintah-perintah Tuhan dalam segala hal.
Imamat 9:13 mengajarkan kita untuk mendekati Tuhan dengan hormat, ketelitian, dan ketaatan mutlak, selalu mendasarkan penyembahan kita pada apa yang telah Dia firmankan. Ini adalah pengingat bahwa ibadah yang paling berharga adalah ibadah yang dipersembahkan dengan hati yang sepenuhnya tertuju kepada kehendak-Nya.
Untuk studi lebih lanjut mengenai Imamat, Anda bisa membaca kitab ini secara keseluruhan atau mencari sumber-sumber tafsir terpercaya. Memahami konteks ibadah Perjanjian Lama membantu kita menghargai kedalaman makna penebusan Kristus yang menggenapi segala pengorbanan.