dan Kaphtor dari Kaftor, dan Pahorot dari Kasluhim, dari mana bangsa Filistin berasal.
Kitab Kejadian, khususnya pasal 10, menyajikan silsilah keturunan Nuh setelah Air Bah. Bagian ini sering disebut sebagai "Tabel Bangsa-Bangsa" (Table of Nations), yang berfungsi untuk menjelaskan asal-usul berbagai bangsa di dunia kuno, yang dikenal oleh para penulis Alkitab pada masa itu. Ayat 14 dari pasal ini secara spesifik menyebutkan tentang Kaphtor dan Kasluhim, serta hubungan mereka dengan asal-usul bangsa Filistin. Ini adalah sebuah catatan penting yang memberikan petunjuk tentang migrasi dan keterkaitan antar kelompok manusia di masa awal sejarah.
Dalam teks Kejadian 10:14, disebutkan bahwa Kaphtor berasal dari Kasluhim. Pernyataan ini menyoroti hubungan kekerabatan atau keturunan antara kedua entitas ini. Kasluhim sendiri adalah salah satu keturunan Misraim (Mesir), sebagaimana disebutkan dalam ayat sebelumnya (Kejadian 10:13). Ini menunjukkan bahwa garis keturunan yang terkait dengan Mesir kuno memainkan peran dalam pembentukan kelompok-kelompok lain, termasuk yang kemudian dikenal sebagai bangsa Filistin.
Hubungan Kasluhim dengan bangsa Filistin sangat krusial. Para sarjana Alkitab secara luas sepakat bahwa Kasluhim adalah leluhur dari bangsa Filistin, atau setidaknya kelompok yang sangat terkait erat dengan mereka sebelum mereka menetap di wilayah Kanaan. Bangsa Filistin dikenal dalam catatan sejarah dan Alkitab sebagai pendatang yang kemudian menetap di sepanjang pesisir selatan Kanaan, yang kemudian dikenal sebagai Filistia. Keberadaan mereka di wilayah tersebut sering kali digambarkan dalam konteks konflik dengan bangsa Israel.
Pertanyaan mengenai asal-usul geografis Kasluhim dan Kaphtor telah menjadi subjek perdebatan dan penelitian. Berdasarkan penafsiran Alkitab dan bukti arkeologi, banyak yang menduga bahwa Kaphtor merujuk pada pulau Kreta. Bangsa Filistin sendiri diyakini berasal dari wilayah Aegea, kemungkinan besar dari Kreta atau Kepulauan di sekitarnya, sebelum mereka bermigrasi ke tanah Kanaan. Bukti-bukti arkeologis di situs-situs Filistin di Kanaan, seperti Gaza, Ashdod, dan Ashkelon, menunjukkan adanya pengaruh budaya dari wilayah Aegea, yang mendukung teori ini.
Dengan demikian, Kejadian 10:14 memberikan gambaran tentang bagaimana para penulis Alkitab kuno memahami hubungan antar bangsa. Mereka melihat adanya jaringan keturunan dan migrasi yang menghubungkan berbagai kelompok manusia. Dari akar yang mungkin berpusat di sekitar Mesir dan wilayah sekitarnya, muncullah kelompok-kelompok seperti Kasluhim dan Kaphtor, yang pada akhirnya berkontribusi pada pembentukan identitas bangsa Filistin. Pemahaman ini penting untuk melihat gambaran besar mengenai penyebaran manusia pasca-Air Bah sebagaimana dicatat dalam tradisi Yahudi dan Kristen.
Lebih dari sekadar catatan silsilah, ayat ini juga menggarisbawahi tema mobilitas manusia di zaman kuno. Bangsa-bangsa tidak statis; mereka berpindah, berinteraksi, dan saling mempengaruhi. Kisah Kasluhim dan Kaphtor adalah salah satu contoh bagaimana migrasi dan pertukaran budaya membentuk lanskap demografis dunia kuno. Pengetahuan tentang asal-usul ini membantu kita untuk lebih memahami konteks historis dan geografis dari narasi-narasi Alkitabiah yang lebih luas, terutama yang berkaitan dengan periode para Hakim dan Kerajaan Israel.