Ayat ini dari Kitab Kejadian merupakan bagian dari silsilah keturunan Nuh setelah Air Bah. Fokus utama pada ayat 26 adalah pengenalan dua putra Eber, yaitu Peleg dan Yoktan. Namun, yang paling menonjol dan sering menjadi titik renungan adalah penamaan Peleg. Nama "Peleg" dalam bahasa Ibrani memiliki arti "terbagi" atau "dibelah". Alkitab secara eksplisit menyatakan bahwa nama tersebut diberikan karena "pada zamannya bumi terbagi-bagi". Pernyataan ini memicu berbagai interpretasi teologis dan historis mengenai apa yang dimaksud dengan "terbagi-bagi" pada zaman tersebut.
Salah satu interpretasi yang paling umum mengenai "terbagi-bagi" adalah merujuk pada peristiwa keruntuhan Menara Babel yang diceritakan dalam Kejadian pasal 11. Dalam narasi tersebut, umat manusia yang berbicara satu bahasa bersatu untuk membangun kota dan menara yang puncaknya sampai ke langit, sebagai upaya untuk membuat nama bagi diri mereka sendiri. Allah melihat kesatuan dan kesombongan mereka, lalu mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak dapat lagi memahami satu sama lain. Akibatnya, mereka tersebar ke seluruh penjuru bumi.
Jika penamaan Peleg dikaitkan dengan peristiwa Babel, ini menunjukkan bahwa pembagian bahasa dan dispersi manusia terjadi pada masa hidupnya atau setidaknya dalam rentang generasi keluarganya. Ini menempatkan peristiwa Babel pada periode yang relatif awal dalam sejarah manusia pasca-Air Bah, sesuai dengan urutan kronologis dalam Kitab Kejadian. Perpecahan ini bukan hanya sekadar perbedaan linguistik, tetapi juga merupakan penyebab mendasar bagi terbentuknya berbagai bangsa dan suku bangsa yang kemudian mendiami bumi dengan bahasa, budaya, dan identitas yang berbeda.
Selain Peleg, ayat ini juga menyebutkan Yoktan sebagai putra Eber lainnya. Yoktan diyakini sebagai leluhur dari beberapa suku bangsa Arab kuno yang disebutkan dalam daftar keturunannya di ayat-ayat selanjutnya (Kejadian 10:27-30). Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dalam tahap awal sejarah setelah Air Bah, sudah ada diversifikasi etnis dan geografis yang signifikan. Keturunan Yoktan menandai awal mula pemukiman dan perkembangan kelompok manusia di wilayah Arab.
Kisah dalam Kejadian 10:26, bersama dengan peristiwa Babel, memiliki implikasi teologis yang mendalam. Ini menggambarkan kedaulatan Allah dalam membentuk sejarah manusia dan mengatur tatanan dunia. Perpecahan bahasa dan penyebaran manusia, meskipun awalnya merupakan akibat dari dosa kesombongan manusia, pada akhirnya digunakan oleh Allah untuk memenuhi perintah-Nya agar manusia memenuhi bumi. Kejadian ini juga memberikan kerangka kerja biblikal untuk memahami asal-usul keragaman bahasa dan bangsa di dunia, sebagai bagian dari rencana ilahi yang lebih besar.
Studi tentang silsilah seperti ini memberikan wawasan tentang pemahaman kuno tentang silsilah keluarga dan hubungan antar bangsa. Teks ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga merupakan bagian dari narasi teologis yang lebih luas tentang hubungan antara Allah, manusia, dan dunia. Kejadian 10:26 menjadi pengingat akan awal mula diversifikasi manusia dan menjadi titik awal untuk memahami perjalanan bangsa-bangsa di dunia, yang semuanya berasal dari satu keturunan awal yang kemudian mengalami perpecahan dan penyebaran yang diatur oleh kehendak ilahi.
Secara keseluruhan, Kejadian 10:26 adalah ayat yang padat makna, menawarkan pandangan awal tentang bagaimana keragaman manusia dan bahasa yang kita saksikan di dunia saat ini bermula, serta memberikan dasar bagi pemahaman sejarah bangsa-bangsa dari perspektif biblikal.