Kisah sunat Abraham yang tercatat dalam Kitab Kejadian pasal 17 ayat 25 merupakan sebuah momen penting dalam narasi perjanjian antara Allah dan Abraham. Pada usia 99 tahun, Abraham menunaikan perintah Allah untuk menyunat dirinya dan seluruh laki-laki dalam rumah tangganya. Perintah ini bukan sekadar tindakan fisik, melainkan tanda lahiriah dari perjanjian kekal yang telah Allah buat dengan bapa orang beriman tersebut.
Ayat ini menyoroti usia Abraham, yang sudah lanjut, ketika perintah ini dilaksanakan. Hal ini menunjukkan ketaatan yang luar biasa dari Abraham. Ia tidak ragu untuk melakukan tindakan yang mungkin terasa menyakitkan dan bahkan asing bagi budaya pada masa itu, semata-mata demi menaati firman Allah. Usianya yang sudah lanjut juga bisa menjadi penanda bahwa tanda perjanjian ini diberikan pada saat di mana kemampuan fisik untuk memiliki keturunan melalui cara biasa sudah sangat terbatas, menekankan bahwa pemeliharaan perjanjian ada pada kuasa Allah.
Sunat, sebagaimana dijelaskan dalam konteks perjanjian ini, menjadi tanda fisik yang terlihat bahwa umat Allah terpisah dari bangsa lain dan dikuduskan bagi-Nya. Ini adalah lambang pembersihan spiritual, di mana hati yang perlu disunat terlebih dahulu dari kedagingan dan dosa, sebelum tanda fisik itu sendiri memiliki makna yang mendalam. Perintah ini berlaku untuk Abraham, Ishak kelak, dan seluruh keturunannya. Dengan demikian, sunat menjadi identitas lahiriah dari garis keturunan perjanjian.
Kejadian 17:25 juga memberikan gambaran tentang komitmen Abraham terhadap keluarganya. Ia tidak hanya menyunat dirinya sendiri, tetapi juga seluruh anggota keluarganya, termasuk hambanya. Ini menunjukkan bahwa perjanjian Allah melingkupi seluruh kehidupan Abraham dan rumah tangganya. Abraham bertindak sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk membawa seluruh anggota keluarganya ke dalam ikatan perjanjian dengan Allah.
Dalam konteks teologis yang lebih luas, tindakan sunat ini seringkali dikaitkan dengan konsep pemurnian dan pemisahan. Allah ingin umat-Nya hidup kudus dan berbeda dari dunia di sekeliling mereka. Tanda sunat ini menjadi pengingat terus-menerus bagi mereka yang mengalaminya, baik secara fisik maupun rohani, untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah dan memelihara perjanjian yang telah terjalin.
Ketaatan Abraham dalam menjalankan perintah sunat pada usia 99 tahun adalah teladan iman yang teguh. Ia membuktikan bahwa iman bukanlah sekadar keyakinan pasif, melainkan respons aktif yang terwujud dalam tindakan ketaatan. Meskipun mungkin ada keraguan atau ketakutan, Abraham memilih untuk percaya dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. Kisah ini terus menginspirasi umat beriman untuk menaati firman Tuhan dalam segala aspek kehidupan, baik yang mudah maupun yang sulit.
Lebih dari sekadar ritual fisik, Kejadian 17:25 berbicara tentang inti dari perjanjian ilahi: janji Allah yang setia dan tuntutan-Nya akan ketaatan dari umat-Nya.Abraham, dalam usianya yang senja, menjadi gambaran nyata dari iman yang bertumbuh dan berbuah dalam ketaatan yang radikal, mengukuhkan posisinya sebagai bapa segala orang yang percaya.