Kejadian 23:3 - Sara Meninggal dan Dikubur

"Lalu Abraham meninggalkan tempat bangkai isterinya itu, dan berkata kepada orang Het: 'Aku ini orang asing dan pendatang di tengah-tengah kamu; jualah kepadaku kuburan milikmu di tanahmu, supaya aku dapat menguburkan isteriku dari hadapanku.'"
Kejadian 23:3 Sebuah Momen Penghormatan dan Kepemilikan Tanah

Visualisasi artistik dari ayat Kejadian 23:3.

Kitab Kejadian pasal 23 mengisahkan salah satu peristiwa paling emosional dan signifikan dalam kehidupan Abraham: kematian dan penguburan istrinya tercinta, Sara. Ayat ketiga dalam pasal ini menjadi titik awal dari sebuah negosiasi penting, yang bukan hanya sekadar urusan pemakaman, tetapi juga menandai langkah awal penting bagi Abraham dalam memperoleh tanah di Kanaan sebagai miliknya. Momen ini menyoroti kesedihan mendalam Abraham atas kepergian Sara, sekaligus menunjukkan posisinya sebagai orang asing di tanah yang dijanjikan oleh Tuhan.

"Lalu Abraham meninggalkan tempat bangkai isterinya itu, dan berkata kepada orang Het..." Kalimat ini menggambarkan kesibukan Abraham yang berduka. Meskipun dihantui kesedihan yang mendalam atas kehilangan Sara, ia harus segera mengambil tindakan untuk memberikan tempat peristirahatan terakhir yang layak bagi pendamping hidupnya. Tindakan segera ini mencerminkan penghargaan dan cinta yang tulus kepada Sara. Namun, ia tidak berada di tanah miliknya sendiri. Ia adalah seorang "orang asing dan pendatang di tengah-tengah kamu." Pengakuan ini sangat penting. Ini bukan sekadar pernyataan status sosial, tetapi pengakuan akan ketergantungan pada komunitas setempat dan penerimaan terhadap aturan serta adat istiadat mereka.

Permohonan Abraham selanjutnya, "...jualah kepadaku kuburan milikmu di tanahmu, supaya aku dapat menguburkan isteriku dari hadapanku," mengungkapkan kebutuhan mendesaknya. Ia tidak hanya ingin menguburkan Sara, tetapi ia ingin melakukannya di tanah yang akan menjadi miliknya, meskipun hanya sebidang kecil. Frasa "dari hadapanku" menyiratkan bahwa ia ingin Sara dikuburkan dengan cara yang menghormatinya, tidak hanya untuk sementara tetapi untuk selamanya, tanpa harus berpindah-pindah. Keinginan ini lebih dari sekadar tempat pemakaman; ini adalah keinginan untuk fondasi, untuk tempat perlindungan terakhir yang permanen.

Orang-orang Het yang tinggal di Hebron pada masa itu adalah pemilik tanah. Mereka dikenal sebagai penduduk asli Kanaan. Abraham, sebagai pendatang, harus berurusan dengan mereka untuk mendapatkan tempat peristirahatan terakhir bagi Sara. Negosiasi ini akhirnya mengarah pada pembelian Gua Makhpelah, yang menjadi tempat pemakaman Abraham, Sara, Ishak, Ribka, Yakub, dan Lea. Pembelian ini merupakan peristiwa monumental karena menandai pertama kalinya Abraham secara sah memiliki tanah di Kanaan. Ini adalah janji Tuhan yang mulai terwujud, bahwa keturunannya akan mewarisi tanah ini.

Kematian Sara dan proses penguburannya, sebagaimana dicatat dalam Kejadian 23:3, bukan hanya sebuah narasi tentang kesedihan pribadi. Ini adalah kisah tentang iman yang teguh di tengah situasi yang sulit, tentang bagaimana janji Tuhan terus berjalan meskipun ada tantangan. Ini juga mengajarkan tentang pentingnya menghormati orang tua dan anggota keluarga, bahkan di saat-saat paling sulit. Abraham menunjukkan bahwa meskipun ia seorang asing, ia tetap memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan penghormatan terhadap orang yang dicintai. Penguburan Sara menjadi langkah awal yang konkret menuju kepemilikan tanah, sebuah bukti nyata dari kesetiaan Tuhan pada janji-Nya kepada Abraham.