Ayat Kejadian 24 41 merupakan bagian dari salah satu kisah paling menarik dalam Kitab Kejadian, yaitu pencarian istri bagi Ishak, putra Abraham. Abraham, yang telah lanjut usia, mengutus hambanya yang paling tepercaya, Eliazer, ke kampung halamannya di Mesopotamia untuk mencari seorang perempuan dari keluarga mereka yang akan menjadi pendamping Ishak. Ini bukan sekadar perjodohan biasa, melainkan sebuah amanat ilahi yang memegang nasib penting bagi kelangsungan perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya.
Eliazer membawa serta rombongan yang besar, termasuk sepuluh ekor unta yang sarat dengan persembahan berharga. Perjalanan ini penuh dengan tantangan dan risiko, namun Eliazer diliputi keyakinan akan tuntunan Tuhan. Sesampainya di dekat kota Nahor, ia pun berdoa memohon petunjuk yang jelas. Doanya begitu spesifik: ia meminta agar perempuan yang nantinya akan ia temui, yang bersedia memberi minum kepadanya dan kepada unta-untanya, adalah yang telah ditentukan Tuhan untuk menjadi istri Ishak. Permohonan ini menunjukkan betapa pentingnya akurasi dan keyakinan dalam menjalankan misi ini.
Tak lama setelah doa itu terucap, muncullah seorang perempuan muda bernama Ribka, yang kemudian terbukti adalah putri Betuel, cucu Nahor, keponakan Abraham. Ribka bukan sekadar cantik parasnya, tetapi juga memiliki hati yang mulia dan sifat yang rendah hati. Ketika Eliazer meminta minum, Ribka dengan sukarela, tanpa diminta dua kali, tidak hanya memberinya minum tetapi juga dengan penuh kasih sayang menawarkan untuk memberi minum kepada seluruh sepuluh unta yang kehausan. Ini adalah pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan, namun Ribka melakukannya dengan senang hati. Tindakan ini adalah jawaban yang persis seperti yang Eliazer minta dalam doanya.
Eliazer, yang telah mengamati dengan seksama, merasakan hati Tuhan menuntunnya. Ia kemudian memperkenalkan dirinya dan menjelaskan maksud kedatangannya. Ketika keluarga Ribka, termasuk ayahnya Betuel dan saudaranya Laban, mengetahui akan peristiwa tersebut dan tanda yang diberikan, mereka mengakui bahwa ini adalah kehendak Tuhan. Eliazer pun mengungkapkan amanat Abraham, dan menawarkan persembahan yang telah dibawanya.
Di tengah suasana yang penuh haru dan persetujuan, Eliazer mengucapkan kata-kata yang tercatat dalam Kejadian 24 41. Ia menyatakan kepada keluarga Ribka, "Adapun engkau, celakalah engkau jika engkau tidak mendatangkan anak itu kembali ke mari; sebab celakalah aku, kalau-kalau anak itu jangan kubawa kembali." Ucapan ini memiliki bobot yang sangat berat. Eliazer tidak hanya menyampaikan keseriusan misi yang diembannya, tetapi juga menunjukkan betapa besar tanggung jawabnya di hadapan Abraham dan, yang terpenting, di hadapan Tuhan.
Bagi Eliazer, membawa Ribka kembali adalah segalanya. Kegagalan berarti kehancuran bagi dirinya sendiri dan ia akan dicap sebagai orang yang lalai dalam tugasnya yang suci. Ini mencerminkan pemahaman mendalamnya tentang perjanjian Allah yang terus bergulir melalui garis keturunan Abraham. Keputusan Ribka untuk pergi bersama Eliazer juga merupakan tindakan iman yang luar biasa. Ia meninggalkan keluarganya dan kampung halamannya untuk pergi ke tempat yang asing, dipandu oleh keyakinan bahwa Tuhan bekerja melalui Eliazer dan janji-janji-Nya akan terpenuhi melalui pernikahan ini. Kisah Kejadian 24 41 ini menjadi bukti nyata bagaimana Tuhan mengendalikan jalannya sejarah, bahkan dalam hal-hal yang tampaknya sederhana seperti menemukan seorang pendamping hidup.