Kejadian 37:8 - Mimpi Yusuf dan Kecemburuan Saudara

Maka berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya: "Coba dengarkan tentang mimpi yang aku mimpikan itu."

Mimpi

Kisah pertemuan Yusuf dengan saudara-saudaranya dalam Kitab Kejadian merupakan salah satu titik balik paling signifikan dalam narasi penciptaan dan perjalanan bangsa Israel. Ayat 37:8, yang berbunyi "Maka berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya: 'Coba dengarkan tentang mimpi yang aku mimpikan itu'," menjadi pintu gerbang menuju serangkaian peristiwa dramatis yang akan membentuk takdir Yusuf dan keluarganya.

Pada titik ini, Yusuf masih seorang pemuda yang disayangi oleh ayahnya, Yakub, lebih dari saudara-saudaranya yang lain. Kasih sayang yang berlebihan ini diwujudkan dalam bentuk jubah beraneka warna yang diberikan kepadanya, sebuah simbol status dan perlakuan istimewa yang justru memicu iri hati yang mendalam di hati saudara-saudaranya. Iri hati ini menjadi pupuk bagi benih kebencian yang semakin lama semakin tumbuh.

Mimpi yang diceritakan Yusuf bukanlah mimpi biasa. Ini adalah wahyu yang mengungkapkan masa depan, sebuah gambaran yang sangat berbeda dari posisi mereka saat itu. Dalam mimpi pertama yang dilaporkan (Kejadian 37:6-7), Yusuf melihat dirinya dan saudara-saudaranya sedang mengikat berkas gandum di ladang. Berkas gandum miliknya bangkit berdiri, sementara berkas gandum saudara-saudaranya tunduk kepadanya. Kejadian 37:8 adalah pengantar untuk mimpi kedua yang lebih jelas lagi, di mana matahari, bulan, dan sebelas bintang sujud kepadanya (Kejadian 37:9). Kedua mimpi ini pada dasarnya menyampaikan pesan yang sama: Yusuf ditakdirkan untuk memiliki kedudukan yang lebih tinggi, dan saudara-saudaranya akan tunduk kepadanya.

Reaksi saudara-saudara Yusuf terhadap mimpinya sangatlah pedih. Alih-alih terkesan atau merenungkan pesan yang mungkin disampaikan, mereka justru menjadi semakin membencinya. Alkitab mencatat bahwa mereka berkata, "Jadi, hendakkah engkau menjadi raja atas kami? Apakah hendakkah engkau berkuasa atas kami?" (Kejadian 37:8b). Pertanyaan retoris ini menunjukkan kepahitan dan penolakan mereka terhadap klaim atau ramalan Yusuf. Mereka melihat mimpi itu sebagai sebuah arogansi dan ancaman terhadap otoritas dan kedudukan mereka sebagai anak-anak Yakub.

Kecemburuan dan kebencian ini bukanlah sekadar emosi sesaat. Ini adalah kekuatan destruktif yang akhirnya mendorong mereka untuk berbuat sesuatu yang mengerikan. Mimpi Yusuf, yang seharusnya menjadi sumber harapan atau setidaknya bahan renungan, justru menjadi katalisator bagi tragedi. Peristiwa ini menjadi pengingat yang kuat tentang bagaimana emosi negatif seperti iri hati dapat membutakan hati manusia dan mendorongnya untuk melakukan tindakan yang melukai orang lain, bahkan keluarga sendiri. Kisah Yusuf terus mengajarkan kita tentang pentingnya mengendalikan emosi kita dan bagaimana kasih sayang, bahkan ketika itu tampak berlebihan, bisa memiliki konsekuensi yang tak terduga.

Peristiwa di Kejadian 37:8 ini adalah awal dari perjalanan panjang Yusuf yang penuh penderitaan namun berujung pada kemuliaan. Dari penjualannya sebagai budak hingga akhirnya menjadi penguasa di Mesir, kisahnya adalah kesaksian tentang ketahanan, kebaikan hati, dan bagaimana rencana Tuhan dapat bekerja melalui keadaan yang paling sulit sekalipun. Mimpi Yusuf, yang pada awalnya dianggap sebagai buah kesombongan, justru menjadi kunci untuk penggenapan takdirnya dan penyelamatan banyak orang.