"Berkatalah Yehuda kepada Tamar, menantunya: 'Tinggallah sebagai janda di rumah ayahmu, sampai Er, anakku yang lain, menjadi besar.' Sebab pikir Yehuda: 'Jangan sampai ia mati juga seperti kakak-kakaknya.' Maka pergilah Tamar dan tinggal di rumah ayahnya."
Kisah yang tercatat dalam Kejadian 38:11 ini mengisahkan momen krusial dalam kehidupan Yehuda dan menantunya, Tamar. Setelah kedua putra Yehuda, Er dan Onan, meninggal, Yehuda membuat keputusan yang tampaknya masuk akal dari sudut pandangnya: ia meminta Tamar untuk kembali ke rumah ayahnya dan hidup sebagai janda sampai anak bungsunya, Sela, cukup umur. Pikir Yehuda, ia tidak ingin kehilangan satu putra lagi. Namun, di balik keputusan ini, tersembunyi sebuah ketakutan yang mendalam dan potensi kebingungan mengenai hukum dan tradisi yang berlaku.
Dalam budaya Kanaan saat itu, konsep "levirate marriage" atau perkawinan ipar memiliki peran penting. Jika seorang pria meninggal tanpa memiliki keturunan, saudara laki-lakinya diwajibkan untuk menikahi janda pria tersebut demi meneruskan garis keturunan mendiang. Keturunan yang lahir dari pernikahan ini dianggap sebagai anak dari almarhum. Yehuda tampaknya mengabaikan atau menunda kewajiban ini, mungkin karena ketakutan akan nasib malang yang menimpa Er dan Onan. Ia berharap Sela akan tumbuh dewasa tanpa terpengaruh oleh "kutukan" yang ia rasakan.
Keputusan Yehuda ini, sebagaimana diungkapkan dalam Kejadian 38:11, menempatkan Tamar dalam posisi yang rentan. Ia, sebagai perempuan, tidak memiliki banyak kendali atas nasibnya sendiri. Ia bergantung pada keputusan para pria dalam keluarganya. Kembalinya Tamar ke rumah ayahnya secara harfiah berarti ia terputus dari garis keturunan Yehuda dan, yang lebih penting, dari potensi pewaris yang dapat melanjutkan nama suaminya. Ini juga berarti ia tidak akan mendapatkan dukungan atau perlindungan dari keluarga suaminya.
Ayat ini lebih dari sekadar catatan sejarah; ia membuka jalan bagi kisah selanjutnya yang penuh liku. Tamar, yang cerdik dan gigih, tidak menerima nasibnya begitu saja. Ia akan mencari cara untuk memenuhi haknya dan memastikan garis keturunannya. Tindakan Yehuda, yang didasari oleh ketakutan, secara tidak langsung menciptakan situasi di mana Tamar terpaksa mengambil tindakan drastis untuk mendapatkan keadilan dan mewujudkan tujuan yang lebih besar, yang akhirnya akan membawa nama Yehuda ke dalam silsilah Mesias. Kisah ini menunjukkan kompleksitas hubungan keluarga, kepatuhan pada hukum ilahi dan adat istiadat, serta peran perempuan dalam masyarakat kuno yang seringkali terpinggirkan. Kejadian 38:11 adalah titik awal dari sebuah narasi yang mengajarkan tentang iman, keadilan, dan rencana Allah yang seringkali bekerja melalui cara-cara yang tidak terduga.