"Dan terjadilah, pada suatu hari, ketika Yusuf masuk ke dalam rumah untuk mengerjakan sesuatu, dan tidak ada seorangpun dari isi rumah itu di sana, ia tertangkap oleh pakaian bajunya oleh perempuan itu, lalu perempuan itu berkata, "Marilah tidur dengan aku!" Tetapi Yusuf menolak, lalu berkata kepada perempuan itu, "Lihatlah, tuanku yang empunya rumah ini tidak lagi mengurus apa pun dalam rumah ini, dan segala miliknya telah diserahkannya ke dalam tanganku. Tidak ada orang yang lebih besar di rumah ini daripada aku, dan ia tidak menahan apa pun daripadaku, kecuali engkau, karena engkau istrinya. Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang begitu besar dan berbuat dosa terhadap Allah?"
Kisah Yusuf, seorang pemuda saleh yang dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya, terus berlanjut dengan ujian iman yang luar biasa. Setelah dibawa ke Mesir dan akhirnya menjadi kepala pelayan Potifar, seorang pejabat tinggi Firaun, Yusuf mengalami sebuah cobaan yang sangat berat. Perikop Kejadian 39:11 mencatat momen krusial ketika godaan datang menghampiri Yusuf dalam bentuk istri tuannya.
Dalam kesendirian rumah Potifar, tanpa ada saksi mata lain, istri Potifar berusaha menggoda Yusuf untuk tidur dengannya. Situasi ini tentu sangat sulit bagi Yusuf. Ia berada jauh dari keluarga, dalam posisi yang rentan, dan dihadapkan pada rayuan seorang wanita berkuasa yang bisa saja memberinya keuntungan duniawi atau, jika ditolak, malah mendatangkan celaka. Godaan ini bukanlah sekadar godaan fisik, tetapi juga godaan untuk melupakan prinsip moral dan kepercayaannya demi keuntungan pribadi atau menghindari masalah.
Namun, Yusuf menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa. Ia tidak tergoda oleh tawaran tersebut. Penolakannya bukan didasarkan pada ketakutan akan hukuman Potifar semata, melainkan pada kesadaran yang mendalam akan prinsip yang lebih tinggi. Yusuf dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak bisa melakukan kejahatan yang begitu besar dan berbuat dosa terhadap Allah. Pengakuan ini menunjukkan bahwa bagi Yusuf, ketaatan kepada Tuhan adalah prioritas utama, bahkan di atas kepentingan pribadi, kenyamanan, atau menghindari kesulitan.
Ayat ini menjadi saksi bisu tentang integritas Yusuf. Ia memahami bahwa tindakan tersebut, meskipun mungkin tidak diketahui oleh manusia, pasti diketahui oleh Allah. Dalam menghadapi godaan, Yusuf memilih untuk menjaga hati dan pikirannya tetap bersih, serta tidak mengkhianati kepercayaan tuannya dan terutama, tidak mengkhianati imannya kepada Tuhan. Ini adalah pelajaran berharga bagi setiap orang mengenai pentingnya menjaga kekudusan diri, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melihat. Kejadian 39:11 menginspirasi kita untuk selalu mengingat bahwa tindakan kita, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, selalu berada di bawah pengawasan Tuhan.
Perjuangan Yusuf di rumah Potifar merupakan bagian dari perjalanan panjang yang telah digariskan Tuhan untuknya. Meskipun menghadapi berbagai kesulitan dan fitnah, termasuk tuduhan palsu yang membuatnya dipenjara, keteguhan imannya justru menjadi fondasi bagi kebangkitannya kelak. Kisah ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap godaan, ada pilihan. Yusuf memilih untuk memegang teguh prinsip kebenaran dan ketaatan kepada Allah, sebuah pilihan yang akhirnya membawanya pada posisi yang luar biasa dalam sejarah.