"Sesudah peristiwa itu, istri tuannya memandang Yusuf dengan penuh nafsu, lalu ia berkata, 'Tidurlah engkau dengan aku.'"
Ayat ini muncul dalam kisah Yusuf ketika ia dijual sebagai budak ke Mesir dan akhirnya menjadi pelayan di rumah Potifar, seorang pejabat istana Firaun. Yusuf adalah seorang pemuda yang saleh, yang sangat bergantung pada Tuhan dalam segala aspek kehidupannya. Ia telah melalui berbagai cobaan berat, mulai dari pengkhianatan saudara-saudaranya hingga dijual dan dibawa ke negeri asing. Meskipun demikian, imannya kepada Allah tetap teguh. Di rumah Potifar, ia menunjukkan integritas dan keunggulan dalam pekerjaannya, sehingga ia dipercayakan untuk mengelola seluruh rumah tangga tuannya.
Namun, kesuksesan dan kenaikan pangkat Yusuf tidak luput dari cobaan. Di sinilah ayat 7 dari pasal 39 Kitab Kejadian menjadi krusial. Istri Potifar, tergoda oleh ketampanan dan aura positif Yusuf, mulai mengejarnya secara terang-terangan. Permintaan eksplisitnya, "Tidurlah engkau dengan aku," merupakan puncak dari rayuan yang mungkin telah berlangsung sebelumnya. Ini adalah momen krusial di mana Yusuf dihadapkan pada godaan besar yang menguji moralitas dan kesetiaannya.
Kejadian 39:8 mencatat respons Yusuf terhadap godaan ini. Ia menolak dengan tegas, bukan karena takut pada Potifar, melainkan karena takut akan Allah. Yusuf menyadari bahwa perbuatan itu adalah dosa besar terhadap Allah dan pengkhianatan terhadap kepercayaan tuannya. Keputusannya untuk menolak godaan istri Potifar adalah bukti kekuatan karakternya dan kedalaman imannya. Ia lebih memilih untuk menanggung konsekuensi yang mungkin berat daripada mengorbankan integritas moral dan hubungannya dengan Tuhan.
Kisah Yusuf dalam pasal 39, khususnya ayat 7 ini, mengajarkan banyak hal penting bagi kehidupan rohani. Pertama, ujian dan godaan seringkali datang justru ketika kita berada di posisi yang baik atau bahkan sedang diberkati. Kesuksesan duniawi tidak menjamin bebas dari cobaan moral. Kedua, respons kita terhadap godaan sangat menentukan pertumbuhan rohani kita. Menolak godaan, meskipun sulit, akan memperkuat iman dan karakter kita. Ketiga, takut akan Allah lebih utama daripada takut pada manusia atau keinginan sesaat. Fondasi iman yang kokoh akan menjadi jangkar saat badai godaan datang menerpa.
Kisah Yusuf mengingatkan kita bahwa kemurnian hati dan kesetiaan kepada prinsip-prinsip ilahi adalah harta yang tak ternilai. Ia menunjukkan bahwa dengan pertolongan Tuhan, seseorang dapat mengatasi godaan yang paling kuat sekalipun dan keluar sebagai pemenang, bukan dalam arti kemenangan duniawi semata, tetapi kemenangan dalam menjaga kekudusan di hadapan Pencipta. Ujian ini pada akhirnya membentuk Yusuf menjadi pribadi yang lebih kuat, bijaksana, dan siap memimpin bangsa di masa depan.