Maka kata Yusuf kepada mereka: "Apalah yang akan aku perbuat terhadap kamu? Tidakkah kamu tahu, bahwa seorang tukang peramal seperti aku pasti dapat menduga bahwa kamu akan berbuat demikian?"
Ayat ini berasal dari kitab Kejadian, pasal 44, ayat 17, yang menggambarkan momen krusial dalam kisah Yusuf di Mesir. Setelah bertahun-tahun terpisah dan mengalami berbagai cobaan, Yusuf, yang kini telah menjadi orang terpandang di Mesir, bertemu kembali dengan saudara-saudaranya. Situasi ini penuh dengan ketegangan, emosi yang terpendam, dan rencana yang matang dari pihak Yusuf. Ia sengaja mengatur sebuah ujian bagi saudara-saudaranya, salah satunya dengan menanam piala perak di karung Benjamin, adik bungsu mereka.
Ketika piala itu ditemukan, kepanikan melanda saudara-saudara Yusuf. Mereka dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa satu dari mereka akan dijadikan budak, sebuah hukuman yang sangat berat di zaman itu. Dalam momen keputusasaan inilah Yusuf, yang menyamar, mengeluarkan perkataan yang tercatat dalam ayat 17. Ia menyatakan, "Apalah yang akan aku perbuat terhadap kamu? Tidakkah kamu tahu, bahwa seorang tukang peramal seperti aku pasti dapat menduga bahwa kamu akan berbuat demikian?"
Perkataan ini bukan sekadar ungkapan kekesalan atau ancaman. Lebih dari itu, ini adalah pernyataan yang menunjukkan kedalaman pemahaman Yusuf tentang rencana ilahi yang sedang bekerja. Meskipun Yusuf tidak memiliki kekuatan supranatural untuk meramal masa depan secara harfiah, ia memiliki hikmat dan pemahaman yang diberikan oleh Tuhan. Ia telah melalui masa-masa sulit yang membuatnya belajar banyak tentang karakter manusia, termasuk karakter saudara-saudaranya yang pernah mengkhianatinya.
Dalam konteks cerita ini, "tukang peramal" dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan luar biasa untuk melihat pola, memahami motif, dan mengantisipasi tindakan berdasarkan pengalaman dan karunia ilahi. Yusuf menyadari bahwa situasi yang ia ciptakan adalah bagian dari skenario yang lebih besar. Ia tidak terkejut dengan kejadian ditemukannya piala itu, justru ia menggunakannya sebagai alat untuk memprovokasi reaksi yang ia butuhkan dari saudara-saudaranya. Reaksi mereka terhadap penemuan piala tersebut akan mengungkapkan apakah mereka telah berubah, apakah mereka masih memiliki hati nurani, dan apakah mereka siap untuk menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka di masa lalu.
Kejadian 44:17 ini menekankan betapa Tuhan dapat bekerja melalui peristiwa-peristiwa yang tampaknya rumit dan penuh kesulitan untuk mencapai tujuan-Nya. Yusuf, meskipun merasakan sakit hati dan pengkhianatan, tidak membalas dengan dendam semata. Ia menggunakan hikmat dan kesabarannya untuk membawa saudara-saudaranya pada kesadaran dan pertobatan. Permainan "peramal" yang ia lakukan adalah bagian dari cara Tuhan untuk memulihkan hubungan dan menyatukan kembali keluarga yang terpecah belah. Ini adalah pengingat bahwa di balik setiap kejadian, ada kemungkinan sebuah rencana ilahi yang lebih luas sedang terungkap, yang seringkali membutuhkan kesabaran dan iman untuk memahaminya. Keinginan Yusuf untuk melihat apakah saudara-saudaranya masih peduli pada Benjamin, adik mereka, menjadi inti dari ujian ini.