Kejadian 44:26 - Janji Setia Yakub

"Lalu kata kami kepada tuanku: 'Ayah kami akan kembali bersama kami.' Tetapi dengan kata kami kepada tuanku: 'Ayah kami tidak dapat meninggalkan isterinya yang tua, sebab ia masih hidup kalau ia meninggalkannya, dan kalau ia meninggalkannya, ia akan mati.'"
Yakub Rahel Cinta mendalam

Kisah yang terungkap dalam kitab Kejadian, khususnya pada pasal 44 ayat 26, menyajikan momen dramatis yang memperlihatkan kedalaman ikatan keluarga dan kesetiaan yang tak tergoyahkan. Ayat ini adalah bagian dari percakapan antara Yusuf yang menyamar sebagai pejabat Mesir dan saudara-saudaranya. Setelah tuduhan pencurian cawan pusaka ditujukan kepada Benjamin, saudara bungsu mereka, ketakutan besar melanda para saudara Yakub.

Dalam usaha meyakinkan sang pejabat Mesir untuk melepaskan Benjamin, saudara-saudara tersebut mengisahkan betapa pentingnya Benjamin bagi ayah mereka, Yakub. Mereka menyampaikan sebuah ungkapan yang penuh dengan emosi, "Ayah kami akan kembali bersama kami." Namun, diikuti dengan kalimat yang lebih menyakitkan dan menggambarkan kerentanan Yakub: "Tetapi dengan kata kami kepada tuanku: 'Ayah kami tidak dapat meninggalkan isterinya yang tua, sebab ia masih hidup kalau ia meninggalkannya, dan kalau ia meninggalkannya, ia akan mati.'" Frasa "isterinya yang tua" merujuk pada Rahel, ibu kandung Benjamin dan Yusuf. Rahel telah lama meninggal, namun bagi Yakub, kenangan dan cintanya pada Rahel begitu mendalam, sehingga ia sangat melindungi anak bungsunya yang merupakan buah hati dari pernikahan terakhirnya dan mengingatkannya pada Rahel.

Kutipan ini lebih dari sekadar penolakan untuk menyerahkan Benjamin. Ini adalah pengakuan akan kerapuhan seorang ayah yang telah mengalami banyak kehilangan. Yakub telah kehilangan Yusuf, anak kesayangannya yang ia kira telah mati dimakan binatang buas. Kini, ancaman kehilangan Benjamin, satu-satunya anak tersisa dari Rahel yang sangat ia cintai, membuatnya berada dalam jurang kesedihan yang mendalam. Kenyataan bahwa Yakub tidak dapat ditinggalkan sendirian dengan kesedihannya adalah inti dari argumen saudara-saudaranya. Kepergian Benjamin, bagi Yakub, bisa menjadi pukulan terakhir yang mengakhiri hidupnya.

Kisah ini mengingatkan kita pada betapa kuatnya ikatan emosional antara orang tua dan anak. Dalam konteks spiritual, ayat ini juga dapat diinterpretasikan sebagai gambaran tentang kasih setia Allah kepada umat-Nya. Seperti Yakub yang tak rela kehilangan Benjamin, Allah pun senantiasa menunjukkan kasih dan perhatian-Nya kepada kita, bahkan di tengah kesulitan dan cobaan. Penjualan Yusuf oleh saudara-saudaranya sendiri, yang akhirnya membawanya menjadi pejabat di Mesir, adalah bagian dari rencana Ilahi yang lebih besar untuk menyelamatkan keluarganya dari kelaparan. Perjuangan Yakub untuk berpegang pada Benjamin mencerminkan ketidakpastian dan kerentanan manusia, namun juga menunjukkan bagaimana cinta dan harapan dapat bertahan bahkan dalam situasi tergelap sekalipun. Ini adalah pengingat tentang pentingnya keluarga dan cinta yang mendalam, serta bagaimana kasih dapat menjadi jangkar di tengah badai kehidupan.