Ayat Kejadian 47:31 mencatat momen penting dalam akhir kehidupan Yakub. Setelah mengalami banyak kesulitan, pengkhianatan, kelaparan, dan akhirnya reuni yang luar biasa dengan putranya, Yusuf, Yakub kini berada di Mesir bersama seluruh keluarganya. Dalam usianya yang senja, hati Yakub dipenuhi dengan kerinduan untuk memberkati keturunannya, terutama cucunya, anak-anak Yusuf. Momen ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan sebuah penegasan iman dan janji Allah yang terus bergulir melalui generasi.
Dalam konteks sejarah dan budaya, berkat dari seorang patriark memiliki makna yang sangat mendalam. Berkat tersebut tidak hanya berupa doa, tetapi juga penyerahan hak kesulungan dan warisan spiritual serta material. Yakub, yang pernah menipu kakaknya, Esau, untuk mendapatkan hak kesulungan, kini dengan sengaja menyilangkan tangannya. Ia menempatkan tangan kanannya di atas kepala Manasye, cucu sulungnya, dan tangan kirinya di atas kepala Efraim, adiknya. Tindakan ini dilakukan meskipun Yakub sudah tua dan matanya sudah rabun, namun hatinya dipenuhi oleh ilham ilahi yang mengarahkannya untuk memberkati Efraim di atas Manasye, sesuai dengan kehendak Allah yang telah dinyatakan kepadanya.
Makna Ilahi di Balik Tindakan
Penting untuk memahami bahwa tindakan Yakub bukanlah semata-mata pilihan pribadi, melainkan penegasan kembali janji Allah kepada Abraham dan Ishak, yang kini diteruskan kepada keturunan Yusuf. Allah telah berfirman bahwa dari keturunannyalah akan lahir bangsa-bangsa besar dan dari merekalah akan datang keturunan yang saleh. Dengan memberkati Efraim di atas Manasye, Yakub sedang menyoroti bagaimana karya Allah sering kali bekerja di luar urutan alami atau ekspektasi manusia. Yakub menegaskan bahwa berkat sejati datang dari Allah, bukan dari urutan kelahiran semata.
Kejadian 47:31 menjadi saksi bisu dari kesetiaan Allah yang tak tergoyahkan. Meskipun Yakub dan keluarganya pernah mengalami keraguan dan kegagalan, Allah tetap memegang janji-Nya. Tindakan Yakub di akhir hidupnya adalah puncak dari perjalanan imannya yang panjang. Ia belajar untuk hidup oleh iman, memercayai penglihatan Allah bahkan ketika ia tidak dapat melihat dengan jelas secara fisik. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua: bahwa kesetiaan Allah melampaui ketidaksempurnaan manusia, dan bahwa iman yang sejati adalah kunci untuk menerima dan mewariskan berkat-Nya.
Pada akhirnya, ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya pewarisan nilai-nilai spiritual dan iman. Yakub tidak hanya memikirkan kebutuhan materi keluarganya di Mesir, tetapi ia memastikan bahwa benih iman akan terus tumbuh subur di generasi mendatang. Ini adalah sebuah warisan yang paling berharga, sebuah persekutuan yang terus berlanjut dengan Allah, yang tak terputus oleh waktu, tempat, atau bahkan kematian. Kejadian 47:31 adalah bukti bahwa iman yang kokoh dapat menginspirasi tindakan yang penuh hikmat ilahi, bahkan di saat-saat terakhir kehidupan.