"Berkatalah Yakub kepada Yusuf: "Allah Yang Mahakuasa telah menampakkan diri kepadaku di Lus, di tanah Kanaan, dan memberkati aku."
Kejadian 48:3 adalah sebuah ayat yang sangat kaya makna, menyajikan momen intim antara Yakub yang renta dan Yusuf, anaknya yang terkasih. Dalam konteks kisah para leluhur Israel, ayat ini menandai sebuah peneguhan ilahi yang penting, sebuah titik balik spiritual yang akan membekas dalam garis keturunan mereka. Yakub, yang sedang berada di ambang akhir hayatnya, memilih untuk berbagi sebuah pengalaman yang fundamental dengan Yusuf. Pengalaman ini bukan sekadar kenangan biasa, melainkan sebuah perjumpaan langsung dengan "Allah Yang Mahakuasa."
Lokasi "Lus, di tanah Kanaan," memiliki arti simbolis tersendiri. Lus adalah nama lama dari Betel, tempat di mana Yakub pertama kali mengalami pertemuan ilahi yang monumental setelah melarikan diri dari Esau. Dalam Kejadian 28, Yakub bermimpi tentang tangga yang menghubungkan bumi dan langit, dan mendengar suara Tuhan yang berjanji akan menyertainya dan memberikan tanah itu kepadanya dan keturunannya. Kini, puluhan tahun kemudian, di tempat yang sama atau di dekatnya, Yakub kembali diteguhkan oleh kehadiran dan janji Tuhan. Hal ini menunjukkan kontinuitas hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya.
Pesan utama yang Yakub sampaikan kepada Yusuf adalah berkat. Kata "memberkati aku" menunjukkan bahwa perjumpaan ini tidak hanya bersifat personal, tetapi juga membawa konsekuensi yang memberdayakan dan positif. Berkat ilahi dalam tradisi Alkitab bukan sekadar ucapan kosong, melainkan sebuah kekuatan yang ditanamkan, sebuah jaminan kehadiran dan perlindungan Tuhan, serta sebuah aliran anugerah yang memungkinkan pemenuhan janji-janji-Nya. Bagi Yusuf, yang telah melalui berbagai cobaan berat, dari dijual menjadi budak hingga dipenjara, mendengar kata-kata ini dari ayahnya, yang juga telah mengalami campur tangan ilahi dalam hidupnya, pastilah memberikan kekuatan dan pengharapan yang luar biasa.
Ayat ini juga menyoroti peran Allah sebagai "Allah Yang Mahakuasa." Penggunaan frasa ini menekankan kedaulatan, kekuatan, dan otoritas mutlak Tuhan atas segala ciptaan dan kejadian. Dalam menghadapi ketidakpastian masa depan, terutama bagi keturunannya di tanah Mesir, peneguhan akan kebesaran Tuhan ini adalah fondasi yang kokoh. Yakub, dengan segala hikmat dan pengalaman hidupnya, menyadari bahwa hanya dalam kekuasaan Allah terdapat kepastian dan keselamatan.
Lebih lanjut, momen ini mempersiapkan Yakub untuk memberikan berkatnya kepada kedua cucunya, Efraim dan Manasye, anak-anak Yusuf, dalam pasal yang sama. Penegasan akan janji ilahi di awal ini memberikan landasan teologis bagi berkat khusus yang akan diberikan Yakub, mengalihkan tangan kanannya yang lebih tua kepada Manasye (anak sulung) dan tangan kirinya kepada Efraim (anak bungsu). Tindakan ini, meskipun tampak bertentangan dengan adat kebiasaan, menegaskan bahwa Allah seringkali bekerja melampaui ekspektasi manusiawi, memilih yang muda atau yang tampaknya kurang diunggulkan untuk memegang peran penting dalam rencana-Nya. Kisah ini menjadi pengingat bahwa Allah tidak membatasi diri pada urutan kronologis atau kepatutan semata, melainkan bekerja sesuai dengan kehendak dan kedaulatan-Nya yang penuh kasih. Pengalaman Yakub di Lus bukan sekadar peristiwa masa lalu, tetapi sebuah penguatan ilahi yang terus bergema, mengajarkan tentang kesetiaan Tuhan, kekuatan berkat, dan karya-Nya yang seringkali tak terduga.
Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu mengingat perjumpaan kita dengan Tuhan dan berpegang pada janji-janji-Nya di tengah perjalanan hidup.