Pasal Kelima dalam Kitab Kejadian merupakan silsilah panjang yang menghubungkan Adam dengan Nuh. Di antara nama-nama yang tercatat, Metusalah memegang rekor usia terpanjang dalam sejarah manusia, yaitu 969 tahun. Ayat 11, "Demikianlah semua umur Metusalah sembilan ratus sembilan puluh sembilan tahun, lalu ia mati," menjadi penutup kisah hidupnya, sebuah penanda akhir dari rentang waktu yang luar biasa panjang. Ayat ini, meskipun singkat, menyiratkan banyak hal mengenai kehidupan di masa awal peradaban manusia dan pemahaman akan waktu serta kematian.
Masa hidup yang sangat panjang seperti Metusalah menimbulkan banyak pertanyaan. Apakah ini merupakan gambaran harfiah dari usia manusia pada masa itu, ataukah ada makna simbolis di baliknya? Tradisi Yahudi dan Kristen umumnya menafsirkan silsilah ini secara harfiah, melihatnya sebagai bukti dari kondisi dunia yang berbeda di masa lalu, di mana usia manusia jauh lebih panjang. Ada spekulasi bahwa lingkungan, diet, dan perhaps faktor genetik yang belum terpengaruh oleh kerusakan akibat dosa yang semakin meluas, berkontribusi pada rentang hidup yang ekstrem ini.
Kejadian 5:11, yang menyatakan kematian Metusalah, menggarisbawahi keuniversalan kematian. Meskipun Metusalah hidup lebih lama dari siapa pun yang tercatat dalam Alkitab, ia tetap mengalami akhir yang sama seperti semua manusia lainnya. Kematiannya menandakan bahwa bahkan kehidupan yang terpanjang pun memiliki batasnya. Hal ini bisa dilihat sebagai pengingat akan kefanaan manusia dan juga sebagai bagian dari rencana ilahi yang lebih besar. Dalam konteks sejarah keselamatan, usia panjang para leluhur ini memberikan waktu yang cukup bagi keturunan mereka untuk berkembang biak dan menyebarkan pengetahuan tentang Tuhan sebelum bencana Air Bah terjadi, yang menjadi titik balik dramatis dalam narasi Alkitab.
Memahami ayat seperti Kejadian 5:11 juga membawa kita pada refleksi tentang waktu. Rentang hidup Metusalah yang nyaris seribu tahun kontras dengan usia manusia modern yang jauh lebih singkat. Ini memicu perenungan tentang bagaimana kita menggunakan waktu yang diberikan kepada kita. Apakah kita hidup dengan kesadaran akan kefanaan, seperti yang tersirat dari akhir Metusalah, ataukah kita tenggelam dalam kesibukan duniawi tanpa memikirkan esensi kehidupan? Ayat ini mengajak kita untuk mengapresiasi setiap momen, mengingat bahwa waktu adalah anugerah yang tak ternilai.
Lebih jauh lagi, silsilah dalam Kejadian 5, yang diakhiri dengan kematian Metusalah, merupakan fondasi penting bagi kisah Nuh dan Air Bah. Keberadaan manusia dalam rentang waktu yang panjang sebelum Air Bah menunjukkan bahwa Tuhan memberikan kesempatan yang cukup bagi umat manusia untuk bertobat dan kembali kepada-Nya. Kematian Metusalah, meskipun merupakan akhir hidupnya, juga menjadi penanda bahwa generasi-generasi sebelumnya telah hidup dan mati, membawa sejarah manusia ke titik yang memerlukan intervensi ilahi yang besar. Ayat Kejadian 5:11 bukan sekadar catatan kematian, melainkan bagian integral dari narasi penciptaan, dosa, dan rencana penebusan Tuhan.