Kejadian 9:24 - Keturunan Ham dan Kutukan yang Tersisa

"Ketika Nuh mulai bertani, ia menjadi seorang peladang dan ia menanam kebun anggur. Ia minum anggur sampai mabuk, lalu dalam keadaan telanjang ia tertidur di dalam kemahnya."

Kisah Nuh setelah bencana air bah adalah salah satu narasi paling signifikan dalam Kitab Kejadian. Peristiwa yang terekam dalam pasal 9 ini bukan hanya tentang kelanjutan hidup manusia di bumi, tetapi juga mengenai hubungan antara Tuhan, manusia, dan ciptaan-Nya. Khususnya dalam ayat 24, kita menyaksikan sebuah momen krusial yang membentuk sejarah keturunan Nuh, yaitu peristiwa ketika Nuh mabuk dan putranya, Ham, melihat aurat ayahnya.

Setelah keluar dari bahtera dan mendapatkan janji baru dari Tuhan, Nuh memulai kembali kehidupannya di bumi yang baru. Ia menjadi seorang peladang dan menanam kebun anggur. Ini menunjukkan pemulihan kehidupan agraris, sebuah aktivitas fundamental bagi peradaban manusia. Namun, kemajuan ini juga membawa tantangan baru, seperti yang terimplikasi dalam ayat ini. Nuh, meskipun seorang yang saleh di mata Tuhan, ternyata tidak luput dari kerapuhan manusia.

Kejadian 9:24 secara gamblang menggambarkan Nuh dalam keadaan mabuk dan telanjang di dalam kemahnya. Peristiwa ini membuka jalan bagi serangkaian kejadian yang melibatkan ketiga putranya: Sem, Ham, dan Yafet. Tindakan Ham yang melihat aurat ayahnya dan kemudian menceritakan kepada saudara-saudaranya, serta reaksi Sem dan Yafet yang menutupi ayahnya dengan hormat, memicu sebuah kutukan dan berkat yang memiliki dampak mendalam bagi keturunan mereka.

Perlu dipahami bahwa kutukan yang diucapkan Nuh bukanlah ekspresi kebencian semata, melainkan sebuah nubuat yang seringkali berkaitan dengan nasib keturunan. Kutukan terhadap Kanaan, cucu Nuh dari Ham, seringkali diinterpretasikan sebagai gambaran historis tentang bangsa-bangsa yang kemudian berkonflik dengan keturunan Israel. Namun, penting juga untuk dicatat bahwa Kitab Kejadian memaparkan peristiwa ini tanpa menghakimi secara moral, melainkan sebagai bagian dari alur sejarah penebusan yang lebih besar.

Di sisi lain, peristiwa ini juga menyoroti pentingnya rasa hormat dan sopan santun, terutama terhadap orang tua. Sem dan Yafet menunjukkan bagaimana seharusnya seorang anak merespons ketika berhadapan dengan kesalahan atau kerentanan orang tua mereka. Tindakan mereka yang penuh kasih dan hormat mendatangkan berkat, bukan kutukan. Ini menjadi pelajaran universal tentang nilai-nilai keluarga dan interaksi antarmanusia.

Meskipun ayat 24 ini sendiri tidak secara langsung berbicara tentang janji ilahi, ia adalah titik awal dari serangkaian peristiwa yang menyertainya. Melalui kutukan dan berkat yang diucapkan Nuh, kita dapat melihat bagaimana sejarah umat manusia, khususnya dalam konteks kitab suci, mulai terfragmentasi dan membentuk jalur-jalur yang berbeda. Memahami Kejadian 9:24 memberikan wawasan penting tentang sifat manusia, pentingnya rasa hormat, dan cara Tuhan bekerja dalam garis keturunan manusia, bahkan melalui momen-momen kelemahan dan konflik.

Simbol Pelangi dan Tunas Tanaman
Ilustrasi: Simbol janji dan awal kehidupan baru