Janganlah kamu makan sesuatu yang beragi; di seluruh tempat kediamanmu haruslah kamu makan roti yang tidak beragi.
Perintah untuk tidak memakan sesuatu yang beragi adalah inti dari perayaan Paskah, sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel yang menandai pembebasan mereka dari perbudakan di Mesir. Roti tanpa ragi, atau matzah, bukan sekadar makanan biasa. Ia menjadi simbol yang kuat, mengingatkan umat akan peristiwa penting ini dan makna spiritualnya yang mendalam.
Ragi dalam konteks ini melambangkan kebusukan, kesombongan, dan dosa. Dengan menyantap roti tanpa ragi, bangsa Israel diajak untuk membersihkan diri dari segala sesuatu yang buruk dalam hidup mereka, baik secara fisik maupun rohani. Ini adalah sebuah tindakan kerendahan hati dan kesiapan untuk memulai kehidupan baru, hidup yang telah dibebaskan oleh campur tangan ilahi.
Keluaran 12:20 menekankan bahwa perintah ini berlaku "di seluruh tempat kediamanmu". Ini menunjukkan bahwa pembersihan diri dari dosa dan keburukan bukanlah sesuatu yang dilakukan sesekali, melainkan sebuah komitmen yang berkelanjutan, yang harus dijalani di setiap aspek kehidupan, di rumah, di tempat kerja, di mana pun mereka berada. Perintah ini mempersiapkan mereka untuk melangkah keluar dari Mesir, sebuah tanah perbudakan, menuju tanah perjanjian yang dijanjikan Tuhan.
Momen pembebasan ini juga sering dihubungkan dengan perjamuan Terakhir Yesus Kristus bersama murid-murid-Nya. Yesus sendiri menggunakan roti tanpa ragi untuk menginstitusikan Perjamuan Kudus, menyatakan bahwa roti itu adalah tubuh-Nya yang akan diserahkan bagi penebusan banyak orang. Dengan demikian, roti tanpa ragi kini memiliki makna ganda: sebagai pengingat pembebasan fisik dari Mesir dan sebagai simbol pengorbanan Kristus yang membawa pembebasan rohani dari dosa.
Meskipun kita mungkin tidak lagi merayakan Paskah dalam pengertian ritual Yahudi tradisional, makna Keluaran 12:20 tetap relevan bagi kita saat ini. Dalam dunia yang penuh dengan godaan dan pengaruh negatif, kita dipanggil untuk terus menerus membersihkan diri dari segala sesuatu yang dapat merusak hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Roti tanpa ragi dapat diartikan sebagai kesaksian kita tentang kejujuran, integritas, dan kesucian dalam setiap tindakan.
Memulai kehidupan yang baru, terbebas dari belenggu kebiasaan buruk, kecanduan, atau pola pikir yang merusak, memerlukan komitmen untuk membuang "ragi" dalam hidup kita. Ini adalah sebuah proses yang berkelanjutan, sama seperti bangsa Israel yang harus memakan roti tanpa ragi selama tujuh hari. Dengan hati yang tulus dan niat yang murni, kita dapat mengalami pembebasan yang sesungguhnya, baik dalam skala pribadi maupun komunal, dan melangkah maju dengan harapan menuju masa depan yang lebih cerah dan penuh makna.