Keluaran 16 17

"Dan TUHAN berfirman kepada Musa: 'Aku akan menurunkan roti dari langit bagimu, dan bangsa itu harus keluar memungut tiap-tiap hari apa yang perlu untuk makan pada hari itu, supaya Aku mencobai mereka, apakah mereka berjalan menurut hukum-Ku atau tidak.'" (Keluaran 16:4)

Kisah bangsa Israel di padang gurun adalah salah satu narasi paling kuat tentang kepercayaan, kepemimpinan, dan pemeliharaan ilahi. Bab 16 dan 17 dari Kitab Keluaran mencatat periode krusial di mana umat pilihan Allah menghadapi tantangan fisik yang ekstrem, kelaparan dan kehausan, namun di setiap ujian, mereka menyaksikan tangan Tuhan yang menopang dan membebaskan.

Setelah pembebasan ajaib dari perbudakan di Mesir, perjalanan bangsa Israel tidaklah mulus. Mereka dipimpin oleh Musa menuju tanah perjanjian, namun alam liar padang gurun menghadirkan serangkaian kesulitan. Keluhan tentang kurangnya makanan menjadi titik kritis pertama yang dicatat dalam Keluaran 16. Hati mereka kembali dipenuhi keraguan, merindukan "periuk daging" Mesir alih-alih menghadapi ketidakpastian di padang gurun.

Dalam respon yang luar biasa, Tuhan tidak membiarkan umat-Nya binasa. Melalui firman-Nya kepada Musa, Allah menjanjikan untuk menurunkan makanan dari langit. Janji ini bukanlah sekadar pemberian makanan, tetapi sebuah ujian. Tuhan ingin melihat apakah umat-Nya akan taat pada perintah-Nya, memungut makanan secukupnya setiap hari, dan tidak mengumpulkannya lebih dari yang diperlukan. Ini mengajarkan prinsip ketergantungan harian pada penyediaan Tuhan dan pentingnya ketaatan dalam hal-hal kecil.

Manna, makanan surgawi yang dijanjikan, turun setiap pagi, melapisi tanah seperti embun. Keesokan harinya, jika sisa manna disimpan, akan menjadi busuk dan berulat, kecuali pada hari Sabat ketika Tuhan menyediakan cukup untuk dua hari. Ajaran tentang Sabat ini menjadi fondasi penting dalam hukum moral Israel, menekankan istirahat dan kekudusan hari ketujuh. Sikap bangsa Israel terhadap manna ini mencerminkan apakah mereka berjalan dalam iman dan ketaatan atau kembali kepada pola keluhan dan ketidakpercayaan.

Tak lama setelah ujian kelaparan, tantangan lain muncul dalam bentuk kehausan yang ekstrem. Di Refidim, seperti yang diceritakan dalam Keluaran 17, bangsa Israel kembali mengeluh kepada Musa, "Berikanlah air kepada kami, supaya kami minum." Kemarahan mereka begitu besar sehingga mereka hampir melempari Musa dengan batu. Musa, dalam kebingungannya, berseru kepada Tuhan, menanyakan mengapa Ia membawa mereka keluar dari Mesir hanya untuk membunuh mereka dan anak-anak mereka dengan kehausan.

Sekali lagi, Tuhan merespon dengan penuh kemurahan. Ia memerintahkan Musa untuk mengambil tongkat yang sama yang digunakan untuk memukul sungai Nil, dan pergi ke gunung Horeb. Di sana, Tuhan berjanji akan berdiri di atas batu. Musa diperintahkan untuk memukul batu itu, dan dari batu itu akan keluar air untuk diminum oleh bangsa itu. Kejadian ini bukan hanya penyelamatan fisik, tetapi juga sebuah penegasan simbolis bahwa Tuhan adalah sumber kehidupan yang tak terbatas, sumber air rohani bagi umat-Nya.

Kisah Keluaran 16 dan 17 secara kolektif menggambarkan sifat Allah yang penyayang dan berdaulat. Di tengah padang gurun yang tandus, Allah menyediakan manna dari langit dan air dari batu. Ini adalah gambaran kuat tentang bagaimana Tuhan memelihara umat-Nya, tidak hanya secara fisik, tetapi juga melalui instruksi moral dan spiritual. Ujian-ujian ini membentuk mereka, mengajarkan mereka untuk bergantung sepenuhnya pada pimpinan-Nya dan menaati firman-Nya, bahkan ketika keadaan tampaknya mustahil. Ini adalah pengingat abadi bahwa dalam setiap kebutuhan dan kesulitan, Tuhan memiliki cara untuk menyediakan, jika kita mau belajar berjalan dalam iman.

Ilustrasi: Simbol penyediaan ilahi