"Apabila seseorang berzina dengan seorang perempuan yang telah bertunangan, dan perempuan itu berseru, tetapi tidak ada yang menolongnya, maka dosanyalah yang akan ditanggungnya sendiri."
Ilustrasi abstrak yang menggambarkan benteng atau struktur pelindung, dengan simbol fokus di tengah yang mewakili perlindungan bagi yang rentan.
Ayat Keluaran 22:17 merupakan bagian dari hukum-hukum yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel melalui Musa. Ayat ini secara spesifik membahas mengenai sanksi terhadap perzinahan, namun yang menarik adalah penekanannya pada posisi perempuan yang berseru namun tidak mendapat pertolongan. Ini mengindikasikan sebuah konteks di mana kemungkinan besar perempuan tersebut berada dalam posisi yang rentan, terpojok, atau berada di bawah tekanan yang tidak memungkinkan baginya untuk membela diri atau mencari perlindungan yang efektif.
Penekanan pada "dosanyalah yang akan ditanggungnya sendiri" mengacu pada pelaku perzinahan. Namun, cara ayat ini disusun juga menyoroti pentingnya kehadiran dan kesaksian dalam proses penegakan keadilan. Dalam masyarakat kuno, sebuah teriakan minta tolong yang tidak dijawab atau diabaikan bisa menjadi indikator adanya pelanggaran yang serius, terutama yang melibatkan kerentanan dan eksploitasi.
Ayat ini secara implisit menunjukkan prinsip keadilan yang berakar pada perlindungan. Sistem hukum yang adil tidak hanya menghukum pelaku kejahatan, tetapi juga memiliki mekanisme untuk melindungi individu yang lemah atau rentan dari penindasan dan eksploitasi. Ketiadaan "penolong" atau saksi yang membela perempuan tersebut dalam konteks ayat ini bisa jadi menunjukkan lemahnya struktur sosial atau komunitas dalam memberikan dukungan kepada anggota yang paling membutuhkan.
Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengajarkan pentingnya kewaspadaan dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang berada dalam situasi genting. Mengabaikan penderitaan atau teriakan minta tolong seseorang, terutama ketika hal itu berkaitan dengan pelanggaran moral dan keadilan, adalah sebuah kegagalan dalam menjalankan tanggung jawab sosial dan moral. Penting untuk dicatat bahwa hukum ini lebih berfokus pada akuntabilitas pelaku kejahatan, namun juga menciptakan standar bagi komunitas untuk tidak membiarkan yang lemah menjadi korban tanpa perlawanan.
Meskipun konteks sejarah dan budaya dari ayat ini sangat berbeda dengan masa kini, prinsip keadilan dan perlindungan yang terkandung di dalamnya tetap relevan. Di era modern, kita masih menyaksikan berbagai bentuk eksploitasi dan ketidakadilan yang menimpa individu atau kelompok yang rentan. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menutup mata terhadap penderitaan orang lain dan untuk aktif berperan dalam menegakkan keadilan serta memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Penerapan ayat ini mendorong kita untuk membangun masyarakat yang lebih peduli, di mana teriakan minta tolong tidak lagi berlalu begitu saja. Ini adalah panggilan untuk menjadi "penolong" bagi sesama, memastikan bahwa setiap individu, terlepas dari latar belakang atau posisi sosialnya, mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak. Penegasan bahwa "dosanyalah yang akan ditanggungnya sendiri" juga menjadi pengingat kuat akan konsekuensi dari tindakan melanggar hukum dan moral, terutama ketika tindakan tersebut dilakukan terhadap mereka yang tidak berdaya.