Keluaran 24 10: Keagungan Ilahi Terungkap

"Mereka melihat Allah Israel; di bawah kaki-Nya ada seperti tappisan dari batu nilam, serupa langit yang biru cerah." (Keluaran 24:10)

Simbol abstrak yang merepresentasikan langit biru cerah dan permukaan batu nilam yang berkilauan

Visualisasi keindahan ilahi yang digambarkan dalam ayat.

Momen Pertemuan yang Mengagumkan

Ayat Keluaran 24:10 menyajikan sebuah gambaran yang sangat kuat dan puitis tentang pertemuan antara Musa, Harun, Nadab, Abihu, dan tujuh puluh tua-tua Israel dengan Allah di Gunung Sinai. Momen ini bukanlah sekadar pertemuan biasa, melainkan sebuah penyingkapan keagungan dan kemuliaan ilahi yang luar biasa. Penggambaran visual yang digunakan—langit biru cerah di bawah kaki-Nya dan dasar seperti batu nilam—bertujuan untuk menyampaikan sesuatu yang melampaui pemahaman manusia biasa.

Batu nilam (sapphire) secara historis dikenal sebagai permata yang berharga, sering kali memiliki warna biru tua yang mendalam dan berkilauan. Dalam konteks ilahi, warna biru cerah dapat melambangkan kedalaman, ketenangan, kebenaran, dan keilahian yang tak terbatas. Permukaan seperti batu nilam ini, yang terletak di bawah kaki Allah, menunjukkan fondasi yang kokoh, murni, dan tak tergoyahkan dari keberadaan-Nya. Ini bukan sekadar pemandangan, melainkan sebuah pengakuan terhadap kekudusan dan kemuliaan-Nya yang tak terjangkau.

Makna Simbolis dan Implikasinya

Pengalaman visual ini memberikan penekanan pada otoritas dan kekuasaan Allah yang mutlak. Para pemimpin Israel diberi kesempatan langka untuk "melihat" Allah, bukan dalam wujud fisik yang dapat dibatasi, tetapi melalui manifestasi kemuliaan-Nya yang menakjubkan. Ini adalah gambaran yang dirancang untuk menginspirasi kekaguman, rasa hormat, dan bahkan ketakutan yang saleh. Kehadiran ilahi sering kali menimbulkan respons seperti ini dalam Kitab Suci, mengingatkan manusia akan kesenjangan besar antara kesempurnaan Allah dan ketidaksempurnaan ciptaan-Nya.

Meskipun mereka melihat Allah dalam kemuliaan-Nya, ayat ini juga secara halus menyoroti perbedaan antara pencipta dan ciptaan. Kata "seolah-olah" (atau "seperti") menunjukkan bahwa gambaran ini adalah upaya manusiawi untuk menggambarkan realitas ilahi yang transenden. Kehadiran Allah yang begitu nyata dan agung ini, namun juga terasa begitu jauh dari kehidupan sehari-hari mereka, memperkuat pemahaman tentang kebesaran-Nya yang melampaui segala sesuatu yang dapat dilihat atau dirasakan.

Keluaran 24:10 bukan sekadar deskripsi pasif, tetapi merupakan bagian integral dari narasi perjanjian antara Allah dan umat-Nya. Setelah peristiwa ini, Musa kembali ke hadapan Allah untuk menerima loh batu yang bertuliskan Sepuluh Perintah. Pengalaman melihat kemuliaan ilahi ini kemungkinan besar membekali Musa dan para pemimpin lainnya dengan perspektif yang lebih dalam tentang sifat Allah dan keseriusan perjanjian yang mereka masuki. Mereka diperkenankan merasakan sedikit dari keagungan surga, yang seharusnya mendorong mereka untuk hidup dengan lebih setia dan taat kepada hukum-hukum-Nya. Gambaran ini menjadi pengingat abadi akan kehadiran Allah yang kudus dan mulia di tengah-tengah umat-Nya.