"Tetapi Ia tidak mengulurkan tangan-Nya kepada para pembesar bani Israel; dan mereka melihat Allah, lalu mereka makan dan minum."
Ayat ini dari Kitab Keluaran 24 11 menggambarkan sebuah momen luar biasa dalam sejarah bangsa Israel. Setelah menerima hukum-hukum dari Allah melalui Musa, para tetua Israel diundang untuk naik ke Gunung Sinai. Di sana, mereka tidak hanya berhadapan dengan kehadiran Allah yang kudus, tetapi juga mengalami perjamuan yang menandakan kedekatan dan penerimaan mereka. Gambaran ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara manusia dan ilahi, terutama mengenai bagaimana Allah mengizinkan manusia, meskipun dalam ketidaksempurnaan, untuk mendekat dan bahkan bersukacita di hadapan-Nya.
Fakta bahwa "Ia tidak mengulurkan tangan-Nya kepada para pembesar bani Israel" sangatlah penting. Dalam konteks Perjanjian Lama, kemarahan atau penghakiman Allah seringkali digambarkan sebagai tangan yang terulur. Namun, di sini, Allah menunjukkan belas kasihan dan kesabaran. Ini bukan berarti Allah tidak serius mengenai kekudusan-Nya, melainkan Dia memberikan kesempatan bagi umat-Nya untuk menyadari kebesaran-Nya tanpa dihancurkan oleh ketidaklayakan mereka. Pengalaman ini menjadi bukti nyata dari perjanjian yang sedang dibentuk.
Kemudian, frasa "mereka melihat Allah" bukanlah berarti melihat wujud fisik Allah secara utuh, karena tidak ada manusia yang dapat melihat Allah dan tetap hidup. Interpretasi yang lebih tepat adalah bahwa mereka melihat manifestasi kemuliaan-Nya, atau mengalami kehadiran-Nya secara langsung. Ini adalah anugerah yang luar biasa, sebuah penglihatan rohani yang memperkuat iman dan pemahaman mereka tentang siapa Allah itu. Penglihatan ini tentu saja disertai dengan rasa hormat dan kekaguman yang mendalam.
Bagian terakhir dari ayat, "lalu mereka makan dan minum," menunjukkan sebuah perjamuan. Dalam budaya Timur Tengah kuno, makan dan minum bersama merupakan simbol persekutuan yang erat, perdamaian, dan penerimaan. Para tetua Israel diundang untuk berbagi makanan di hadapan Allah. Ini adalah gambaran yang mengharukan tentang bagaimana Allah menghendaki adanya hubungan yang intim dengan umat-Nya. Perjamuan ini merupakan pendahulu dari banyak perjamuan lain yang dicatat dalam Alkitab, yang semuanya menunjuk pada persekutuan sempurna dengan Allah di masa depan.
Keluaran 24 11 memberikan kita perspektif yang menyejukkan tentang karakter Allah. Dia adalah Allah yang kudus, tetapi juga Allah yang penuh kasih dan belas kasihan. Dia memanggil kita untuk datang kepada-Nya, bukan berdasarkan kelayakan kita, tetapi berdasarkan kasih karunia-Nya. Momen ini di Gunung Sinai menjadi pengingat bahwa di dalam Kristus, kita diundang untuk mengalami persekutuan yang lebih dalam lagi dengan Allah, makan dan minum di hadapan-Nya melalui perjamuan kudus, dan menikmati sukacita abadi dalam kehadiran-Nya. Pengalaman ini sungguh menginspirasi dan mengingatkan kita akan kedalaman kasih Allah.
Sebuah simbol kehadiran ilahi dan perjanjian.