"Dan mereka akan mendengarkan perkataanmu; lalu engkau harus masuk bersama dengan para tua-tua Israel menghadap raja Mesir dan berkata kepadanya: TUHAN, Allah orang Ibrani, telah menemui kami. Oleh sebab itu, izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami."
Ayat Keluaran 3:18 merupakan sebuah momen krusial dalam narasi pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Ayat ini berisi perintah langsung dari Tuhan kepada Musa, yang ditujukan untuk disampaikan kepada para tua-tua Israel. Perintah ini bukan sekadar instruksi biasa, melainkan sebuah mandat ilahi yang menggarisbawahi otoritas Tuhan dan kebutuhan mendesak untuk membebaskan umat-Nya. Tuhan, melalui firman-Nya, mempersiapkan umat-Nya untuk sebuah langkah berani yang akan segera mereka ambil.
Dalam ayat ini, Tuhan memerintahkan Musa untuk meyakinkan para tua-tua Israel bahwa perkataan mereka akan didengarkan. Ini menunjukkan penekanan pada persatuan dan keyakinan kolektif yang harus dimiliki umat Israel. Setelah itu, Musa dan para tua-tua akan menghadap Firaun, penguasa Mesir, dengan sebuah permintaan spesifik: untuk diizinkan pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah mereka.
Permintaan ini tampak sederhana namun memiliki makna yang sangat dalam. Tiga hari perjalanan di padang gurun bukanlah tanpa risiko, dan permintaan ini menjadi langkah awal yang menunjukkan keberanian umat Israel dan kepercayaan mereka pada pimpinan Tuhan. Ini adalah sebuah tanda penolakan terhadap status perbudakan yang mereka jalani, dan penegasan identitas mereka sebagai umat Tuhan. Kata "TUHAN, Allah orang Ibrani" yang diucapkan oleh Musa menekankan bahwa mereka adalah umat pilihan yang memiliki hubungan khusus dengan Allah semesta alam, bahkan di mata bangsa lain.
Keluaran 3:18 lebih dari sekadar sebuah narasi historis; ia menyimpan makna spiritual yang mendalam bagi umat beriman hingga kini. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya mendengar dan menaati panggilan Tuhan, bahkan ketika tantangan terasa besar. Musa, yang awalnya ragu-ragu, akhirnya menjadi alat Tuhan yang kuat, menunjukkan bahwa Tuhan dapat menggunakan siapa saja yang bersedia dipakai.
Perintah untuk mempersembahkan korban adalah manifestasi dari ibadah dan pengakuan terhadap kekuasaan Tuhan. Dalam konteks perbudakan, ibadah menjadi sebuah tindakan pemberontakan yang pasif namun kuat, sebuah pengingat bahwa ada kekuatan yang lebih besar daripada Firaun yang memimpin mereka. Perjalanan tiga hari ke padang gurun juga bisa diartikan sebagai sebuah perhentian sementara dari rutinitas kerja paksa, sebuah kesempatan untuk bernapas dan merasakan kebebasan, meskipun singkat.
Ayat ini juga mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu hadir di tengah penderitaan umat-Nya. Frasa "TUHAN, Allah orang Ibrani, telah menemui kami" menegaskan bahwa Tuhan tidak acuh tak acuh terhadap keadaan umat-Nya. Dia melihat, Dia mendengar, dan Dia bertindak. Kisah ini menjadi dasar bagi pemahaman tentang Allah sebagai Penebus dan Pembebas. Bagi umat Kristen, kisah ini merupakan gambaran awal dari penebusan yang lebih besar melalui Yesus Kristus, yang membebaskan manusia dari perbudakan dosa. Dengan demikian, Keluaran 3:18 tetap menjadi sumber inspirasi dan pengingat akan kekuatan iman dan janji setia Tuhan.