Keluaran 34:23 - Perayaan dan Ketaatan

"Tiga kali dalam setahun, semua laki-lakimu harus menghadap hadirat TUHAN, Allahmu, di tempat yang akan dipilih-Nya, pada hari raya Roti Tidak Beragi, pada hari raya Tujuh Minggu, dan pada hari raya Pondok Daun. Janganlah seorang pun menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa."

Ayat ini dari Kitab Keluaran, pasal 34, ayat 23, membawa kita pada inti dari kehidupan spiritual bangsa Israel. Ini bukan sekadar perintah ritual belaka, melainkan fondasi yang menanamkan rasa syukur, ketaatan, dan kesadaran akan kemurahan ilahi. Perintah untuk menghadap hadirat Tuhan tiga kali dalam setahun pada hari raya yang spesifik ini—Roti Tidak Beragi, Tujuh Minggu (Pentakosta), dan Pondok Daun—menegaskan pentingnya menjaga hubungan yang intim dan berkelanjutan dengan Sang Pencipta.

Setiap perayaan memiliki makna yang mendalam. Hari Raya Roti Tidak Beragi mengingatkan bangsa Israel akan pembebasan cepat dari perbudakan di Mesir, di mana mereka tidak punya waktu untuk mengagangkan adonan roti mereka. Ini adalah peringatan akan kelepasan dan keandalan Tuhan dalam menyelamatkan umat-Nya. Hari Raya Tujuh Minggu atau Pentakosta, yang dirayakan tujuh minggu setelah Paskah, berhubungan dengan panen gandum pertama, sebagai tanda syukur atas berkat hasil bumi. Kemudian, Hari Raya Pondok Daun (Sukkot) mengingatkan mereka akan masa pengembaraan di padang gurun, hidup dalam kemah-kemah sementara, agar mereka selalu ingat bagaimana Tuhan memelihara mereka bahkan dalam kondisi yang paling sederhana sekalipun.

Perintah "janganlah seorang pun menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa" adalah kunci yang sangat penting. Ini bukan berarti harus selalu membawa persembahan material yang mahal. Namun, ini melambangkan sikap hati yang siap memberi, yang mengakui bahwa segala sesuatu yang dimiliki berasal dari Tuhan. Menghadap dengan tangan hampa berarti datang tanpa kerendahan hati, tanpa pengakuan akan ketergantungan pada Tuhan, dan tanpa kesediaan untuk membalas kasih-Nya. Perintah ini mengajarkan tentang keharusan memberi kembali kepada Tuhan, baik itu dalam bentuk syukur, pujian, ketaatan, atau pelayanan.

Ilustrasi minimalis tabernakel atau tempat ibadah Israel kuno

Dalam konteks modern, ayat ini masih sangat relevan. Meskipun kita mungkin tidak merayakan hari raya yang sama persis, prinsipnya tetap berlaku. Kita dipanggil untuk secara teratur mendekat kepada Tuhan, baik melalui doa pribadi, ibadah bersama, maupun perenungan Firman-Nya. Kita perlu menetapkan waktu khusus untuk "menghadap hadirat TUHAN," agar hubungan kita tidak menjadi sekadar rutinitas, tetapi sebuah kesaksian hidup akan iman kita.

Konsep "keluaran 34 23" bukan hanya tentang sejarah Israel kuno, tetapi juga tentang prinsip universal tentang hubungan manusia dengan ilahi. Perayaan-perayaan ini adalah pengingat untuk tidak melupakan asal-usul, berterima kasih atas berkat yang berkelimpahan, dan mengakui pemeliharaan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Pentingnya datang kepada Tuhan dengan hati yang tulus dan penuh kesediaan untuk memberi adalah pesan yang abadi. Melalui persembahan yang kita berikan, baik itu waktu, talenta, atau harta benda, kita menunjukkan rasa hormat dan kasih kita kepada Tuhan yang telah memberikan segalanya bagi kita. Ini adalah siklus kasih karunia dan tanggapan yang mendalam.

Mari kita jadikan ayat ini sebagai panduan untuk hidup yang lebih beriman. Dengan secara sadar meluangkan waktu untuk menghadap Tuhan, merayakan berkat-Nya, dan memberikan yang terbaik dari diri kita, kita akan mengalami kedekatan yang lebih mendalam dan berkat yang melimpah dalam perjalanan spiritual kita. Kehidupan yang berfokus pada Tuhan adalah kehidupan yang penuh makna dan tujuan, di mana setiap langkah diiringi dengan kesadaran akan kehadiran-Nya.