"Sesungguhnya aku melihat bahwa Allah tidak membedakan orang. Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan memperbuat kebenaran, berkenan kepada-Nya."
Kisah Rasul 10:35 merupakan salah satu ayat paling revolusioner dalam ajaran Kristen, yang secara tegas menyatakan kebenaran universal tentang kasih Allah dan penerimaan-Nya terhadap semua manusia. Ayat ini muncul dalam konteks pengalaman Rasul Petrus yang luar biasa, sebuah peristiwa yang menandai pergeseran penting dalam penyebaran Injil dari komunitas Yahudi menuju bangsa-bangsa lain.
Sebelum momen ini, Kekristenan masih sangat terikat pada tradisi dan hukum Yahudi. Pemahaman umum di kalangan pengikut Kristus adalah bahwa keselamatan dan persekutuan dengan Allah hanya terbuka bagi mereka yang mematuhi hukum Taurat dan mengikuti tradisi bangsa Israel. Namun, Allah memiliki rencana yang lebih besar, yaitu mendobrak segala batas dan prasangka manusia.
Petrus, seorang rasul terkemuka, mendapatkan penglihatan ilahi yang membuatnya ragu. Dalam penglihatan itu, ia diperintahkan untuk menyantap binatang-binatang yang dianggap haram menurut hukum Musa. Saat ia menolak, suara dari langit berkata, "Apa yang telah disucikan Allah, jangan engkau sebut najis." Penglihatan ini berulang tiga kali, menekankan pesan bahwa tidak ada yang boleh dianggap najis oleh Allah. Tak lama setelah itu, Petrus diundang oleh Kornelius, seorang perwira Romawi yang saleh namun bukan Yahudi, untuk datang ke rumahnya. Pergi ke rumah seorang bukan Yahudi adalah sesuatu yang sangat dilarang bagi orang Yahudi.
Namun, Petrus, yang telah dibimbing oleh penglihatan ilahinya, akhirnya memberanikan diri untuk pergi. Di rumah Kornelius, Petrus menyadari kebenaran dari apa yang telah ia lihat. Ia melihat bahwa Allah tidak membedakan antara orang Yahudi dan bangsa lain. Kriteria penerimaan Allah bukanlah latar belakang suku, kebangsaan, atau kepatuhan terhadap ritual tertentu, melainkan ketakutan akan Allah dan perbuatan kebenaran. Ini adalah sebuah pemahaman mendalam bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk mendekat kepada Allah.
Firman Tuhan dalam Kisah Rasul 10:35 menjadi landasan teologis yang kuat untuk pemahaman universal tentang kasih dan anugerah Allah. Ayat ini menegaskan bahwa pintu keselamatan terbuka lebar bagi siapa saja yang tulus mencari Tuhan dan berusaha hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Allah tidak terikat pada struktur sosial atau budaya manusia. Ia melihat hati, ketulusan iman, dan keinginan seseorang untuk hidup benar.
Pesan ini sangat relevan hingga kini. Dalam dunia yang sering kali terkotak-kotak oleh perbedaan suku, agama, ras, dan status sosial, Kisah Rasul 10:35 mengingatkan kita akan kesetaraan fundamental semua manusia di hadapan Sang Pencipta. Allah mengasihi setiap individu, tanpa pilih kasih. Yang terpenting adalah bagaimana kita merespons kasih-Nya, apakah dengan ketakutan yang hormat kepada-Nya dan upaya untuk berbuat baik kepada sesama. Kisah ini mengajarkan bahwa iman yang sejati melampaui segala prasangka dan membangun jembatan kasih, bukan tembok pemisah.