"Di Likaonia ada seorang murid bernama Timotius. Ia adalah anak seorang wanita Yahudi yang percaya, tetapi ayahnya orang Yunani."
Kisah Rasul pasal 16 membuka lembaran baru dalam perjalanan misi Paulus, dan ayat kedua memperkenalkan kita pada sosok penting yang akan menjadi rekan kerja setia: Timotius. Perkenalan ini bukan sekadar sebuah nama, melainkan pembukaan terhadap sebuah narasi tentang iman, warisan, dan pelayanan yang terjalin lintas budaya. Timotius berasal dari Likaonia, sebuah wilayah di Asia Kecil. Disebutkan bahwa ia adalah seorang murid, sebuah istilah yang menunjukkan bahwa ia telah menerima ajaran Kristus dan mengikutinya. Ini adalah titik awal yang krusial, menunjukkan bahwa Timotius bukanlah orang asing dalam komunitas Kristen.
Yang menarik dari perkenalan Timotius adalah latar belakang keluarganya. Ibunya adalah seorang wanita Yahudi yang percaya. Kata "percaya" di sini mengindikasikan iman kepada Yesus Kristus sebagai Mesias. Keberadaan ibu yang beriman ini menjadi fondasi penting bagi pemahaman Timotius tentang tradisi Yahudi dan kitab suci. Namun, ayahnya digambarkan sebagai orang Yunani. Perbedaan latar belakang ini menciptakan sebuah konteks yang unik. Di satu sisi, Timotius memiliki koneksi dengan akar Yahudi melalui ibunya, yang memberinya pemahaman tentang Taurat dan nabi-nabi. Di sisi lain, ia juga terpapar dengan budaya Yunani, yang merupakan latar belakang umum di banyak wilayah Kekaisaran Romawi saat itu.
Kombinasi warisan ini memberikan Timotius sebuah posisi yang strategis. Ia dapat menjembatani perbedaan antara orang Yahudi dan bukan Yahudi dalam konteks gereja. Paulus, yang adalah "rasul bagi bangsa-bangsa lain" (Roma 11:13), sangat membutuhkan rekan kerja yang memiliki pemahaman lintas budaya seperti Timotius. Kualitas Timotius tidak hanya terbatas pada latar belakangnya, tetapi juga pada reputasinya. Di ayat berikutnya, kitab Kisah Para Rasul menyebutkan bahwa ia "terkenal baik oleh saudara-saudara di Listra dan Ikonium" (Kisah Para Rasul 16:2). Reputasi yang baik ini menunjukkan bahwa Timotius adalah pribadi yang memiliki karakter saleh, dapat dipercaya, dan dihormati dalam komunitas gereja.
Paulus melihat potensi besar dalam diri Timotius. Ia menyadari bahwa Timotius memiliki kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi seorang penginjil dan pemimpin gereja. Oleh karena itu, Paulus mengambil keputusan penting untuk membawa Timotius bersama dalam perjalanan misinya. Keputusan ini tidak hanya membawa Timotius keluar dari kota kelahirannya untuk melayani di tempat-tempat baru, tetapi juga menandai permulaan sebuah kemitraan yang akan memiliki dampak besar bagi penyebaran Injil. Paulus bahkan menahbiskan Timotius sebagai rekan pelayanannya, sebuah penegasan atas panggilan dan karunia yang Tuhan berikan kepadanya.
Kisah perkenalan Timotius dalam Kisah Rasul 16:2 mengajarkan kita tentang bagaimana Tuhan menggunakan berbagai latar belakang dan karunia untuk mencapai tujuan-Nya. Iman yang diturunkan dari generasi ke generasi, serta kemampuan untuk beradaptasi dengan konteks yang berbeda, semuanya bisa menjadi alat yang berharga di tangan Tuhan. Timotius, dengan ibunya yang percaya dan ayahnya yang Yunani, menjadi bukti bahwa latar belakang tidak menjadi penghalang, melainkan bisa menjadi kekuatan dalam pelayanan. Ini adalah pengingat bagi kita semua bahwa Tuhan seringkali memilih dan memakai orang-orang dari berbagai kalangan untuk mewujudkan rencana-Nya yang mulia.