Ilustrasi: Penglihatan Petrus dengan tiga kali pengulangan dan penarikan ke surga.
Ayat ini merupakan bagian dari narasi penting dalam Kitab Kisah Para Rasul, yang menceritakan tentang penglihatan yang diterima oleh Rasul Petrus. Penglihatan ini terjadi di Yope, di rumah Simon penyamak kulit, dan menjadi titik balik krusial dalam penyebaran Injil. Sebelumnya, Injil hanya disampaikan kepada orang Yahudi, namun melalui penglihatan ini, Tuhan membuka pemahaman bahwa kabar baik juga diperuntukkan bagi bangsa-bangsa lain, yaitu orang bukan Yahudi.
Dalam penglihatan tersebut, Petrus melihat langit terbuka dan turunlah suatu benda yang menyerupai kain lebar, yang diikat pada keempat sudutnya, lalu diturunkan ke tanah. Di dalamnya ada bermacam-macam binatang berkaki empat, binatang menjalar dan burung-burung di udara. Tiba-tiba terdengar suara yang menyuruh Petrus untuk menyembelih dan memakannya. Namun, Petrus menolak karena ia adalah seorang Yahudi yang taat pada hukum Taurat, yang melarang memakan binatang-binatang yang dianggap najis.
Yang menarik adalah bahwa penglihatan ini tidak terjadi hanya sekali. Seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 11:10, "Tetapi semuanya itu tiga kali terjadi, dan semuanya itu ditarik kembali ke surga." Pengulangan ini bukanlah kebetulan. Tiga kali adalah angka yang sering kali menyiratkan kepastian, penekanan, dan kesempurnaan dalam Alkitab. Dengan tiga kali pengulangan, Tuhan ingin memastikan bahwa pesan-Nya tersampaikan dengan jelas dan terpatri dalam benak Petrus.
Setiap kali Petrus menolak, Tuhan memberikan jawaban yang menegaskan: "Apa yang telah disucikan Allah, tidak boleh kamu sebut najis." Pernyataan ini adalah inti dari perubahan paradigma yang dibawa oleh penglihatan tersebut. Tiga kali pengulangan dan penarikan benda tersebut ke surga melambangkan bahwa apa yang tadinya dianggap haram oleh hukum Taurat, kini telah disucikan dan diterima oleh Allah. Ini bukan berarti hukum Taurat dibatalkan, tetapi maknanya diperluas dan ditransformasi melalui karya Kristus.
Kisah ini memiliki implikasi teologis yang sangat dalam. Ayat ini menegaskan kedaulatan Allah dalam menyucikan dan menerima siapa saja, tanpa memandang latar belakang etnis atau bangsa. Ini membuka pintu bagi Injil untuk menjangkau seluruh dunia. Penglihatan Petrus menjadi jembatan yang menghubungkan umat Yahudi dan non-Yahudi dalam satu tubuh Kristus.
Lebih lanjut, ayat ini mengajarkan tentang perlunya keterbukaan hati dan pikiran untuk menerima kehendak Tuhan, bahkan ketika itu bertentangan dengan pemahaman atau tradisi yang sudah ada. Petrus, seorang pemimpin gereja mula-mula, harus belajar untuk tidak mengkotak-kotakkan orang berdasarkan peraturan manusia, melainkan melihat semua orang seturut pandangan Allah yang mengasihi semua bangsa.
Kejadian ini secara langsung mempersiapkan Petrus untuk menerima Kornelius, seorang perwira Romawi yang saleh, dan keluarganya, serta membawa mereka kepada iman Kristen. Ini adalah bukti nyata bagaimana Tuhan menggunakan cara-cara yang unik untuk menggarisbawahi kebenaran-Nya dan memperluas kerajaan-Nya. Kisah rasul 11:10 bukan sekadar cerita, melainkan sebuah pelajaran abadi tentang kasih Allah yang universal dan panggilan untuk mengasihi sesama tanpa sekat.