"Jadi, jika Allah memberikan karunia yang sama kepada mereka seperti kepada kita, ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, siapakah aku, sehingga aku dapat menghalang-halangi Allah?"
Ayat ini dari Kisah Para Rasul 11:17 bukan sekadar kutipan sejarah, melainkan sebuah pengakuan mendalam mengenai cara kerja anugerah ilahi. Surat ini dicatat oleh Lukas, dan terungkap dalam konteks ketika para rasul, khususnya Petrus, dihadapkan pada kenyataan bahwa Allah juga memberikan anugerah dan Roh Kudus kepada orang-orang non-Yahudi. Ini adalah momen krusial yang mengubah pandangan dan misi gereja perdana.
Sebelum peristiwa ini, banyak pengikut Kristus dari kalangan Yahudi memegang teguh tradisi dan hukum Taurat. Mereka percaya bahwa keselamatan dan tanda-tanda menjadi bagian dari umat Allah hanya terbatas pada mereka yang mengikuti syariat Yahudi, termasuk sunat. Oleh karena itu, ketika Roh Kudus turun kepada Kornelius, seorang perwira Romawi yang bukan Yahudi, dan keluarganya, hal ini menimbulkan kebingungan dan perdebatan besar di antara orang-orang percaya di Yerusalem.
Petrus, yang menjadi saksi langsung peristiwa di Kaisarea, dipanggil untuk memberikan pertanggungjawaban. Dalam Kisah Rasul 11:1-18, kita melihat bagaimana Petrus dengan tegas memaparkan apa yang telah ia lihat dan alami. Ia menceritakan bagaimana Allah berbicara kepadanya dalam sebuah penglihatan, memerintahkannya untuk tidak menganggap najis apa pun yang telah disucikan oleh Allah. Penglihatan ini mempersiapkan hati Petrus untuk menerima kenyataan yang lebih luas dari rencana Allah.
Ketika Petrus sampai di rumah Kornelius, ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Roh Kudus bekerja. Orang-orang non-Yahudi ini berbahasa roh dan memuliakan Allah, sama seperti para murid pada hari Pentakosta. Ini adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa Allah menerima mereka. Inilah yang membuat Petrus berseru, "Jadi, jika Allah memberikan karunia yang sama kepada mereka seperti kepada kita, ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, siapakah aku, sehingga aku dapat menghalang-halangi Allah?"
Kata-kata Petrus ini menunjukkan kerendahan hati dan pemahaman yang mendalam akan kedaulatan Allah. Ia menyadari bahwa ia bukanlah penentu siapa yang layak menerima anugerah Allah. Tugasnya hanyalah menjadi saksi bagi apa yang telah ia lihat dan dengar. Anugerah Allah tidak terbatas pada kelompok etnis atau latar belakang tertentu. Melalui iman kepada Yesus Kristus, setiap orang dapat menerima Roh Kudus dan menjadi bagian dari keluarga Allah. Kisah rasul rasul 11 17 menjadi bukti bahwa kasih dan keselamatan Allah bersifat universal dan terbuka bagi semua orang yang percaya.
Peristiwa ini menjadi titik balik penting dalam penyebaran Injil. Gereja tidak lagi hanya menjadi gerakan dalam kalangan Yahudi, melainkan mulai merangkul berbagai bangsa. Anugerah Allah terbentang luas, melampaui batas-batas budaya dan tradisi. Kisah ini mengajarkan kita untuk tidak menghakimi berdasarkan penampilan luar atau latar belakang seseorang, melainkan untuk melihat bagaimana Allah bekerja dalam kehidupan setiap individu. Pemahaman ini sangat relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk terus membuka hati dan tangan bagi semua orang, mengakui bahwa anugerah Allah begitu melimpah dan tidak terbatas.