Kisah Rasul 13:36 - Kesetiaan Hingga Akhir

"Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya, lalu ia mati, diwarisi oleh nenek moyangnya dan ia membusuk."

Melayani

Kisah Para Rasul 13:36 adalah sebuah ayat yang sarat makna, merujuk pada teladan Daud, seorang tokoh sentral dalam sejarah keselamatan. Dalam konteks khotbah Paulus di Antiokhia Pisidia, ayat ini muncul sebagai penutup dari uraian mengenai kehidupan Daud. Paulus ingin menunjukkan bahwa meskipun Daud adalah seorang raja yang dipilih Tuhan dan memiliki hubungan istimewa dengan-Nya, ia tetaplah manusia yang mengalami kematian dan kembali ke tanah, seperti semua manusia lainnya.

Namun, penekanan utama dari ayat ini bukanlah pada kematian Daud, melainkan pada frasa kunci: "Sebab Daud melakukan kehendak Allah pada zamannya". Pernyataan ini bukanlah pujian semata, melainkan sebuah pengakuan atas dedikasi dan kesetiaan Daud dalam menjalani panggilannya. Daud, meskipun bukan tanpa cela, secara keseluruhan adalah seorang pemimpin yang berusaha keras untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Ia memimpin Israel dengan integritas (dalam sebagian besar masa pemerintahannya), mendirikan Bait Suci (meskipun tidak dapat membangunnya sendiri), dan menjadi leluhur yang daripadanya Mesias akan datang.

Kehidupan Daud memberikan pelajaran penting bagi kita. Pertama, bahwa tidak ada manusia yang sempurna di hadapan Tuhan. Setiap orang memiliki kelemahan dan kesalahan. Namun, Tuhan melihat hati. Kesediaan Daud untuk bertobat ketika ditegur, seperti dalam kasus Batsyeba, menunjukkan imannya yang tulus. Inilah yang dimaksud dengan "melakukan kehendak Allah" – bukan kesempurnaan mutlak, melainkan ketaatan yang berkesinambungan dan kerinduan untuk menyenangkan Tuhan.

Kedua, ayat ini menekankan pentingnya "pada zamannya". Setiap individu dipanggil untuk melayani Tuhan dan sesama sesuai dengan kapasitas dan kesempatan yang diberikan Tuhan dalam kurun waktu hidupnya. Daud tidak mencoba menjadi nabi atau hakim, ia menjadi raja yang setia. Ketaatan kita haruslah relevan dengan panggilan kita masing-masing. Apakah kita seorang pelajar, pekerja, orang tua, atau pemimpin, kita dipanggil untuk melakukan kehendak Tuhan dalam peran kita.

Kemudian, frasa "lalu ia mati, diwarisi oleh nenek moyangnya dan ia membusuk" mengingatkan kita akan kefanaan hidup manusia. Semua kejayaan duniawi, semua kekuasaan, pada akhirnya akan berakhir dengan kematian. Daud, sang raja mulia, pun mengalami nasib yang sama dengan semua manusia. Ini bukan gambaran yang suram, melainkan realitas yang mengajarkan kerendahan hati dan pentingnya memfokuskan hidup pada hal-hal kekal, bukan hanya pada pencapaian duniawi.

Dalam konteks yang lebih luas dari Kisah Para Rasul, Paulus menggunakan teladan Daud untuk memperkuat pesannya tentang Yesus Kristus. Jika Daud, meskipun seorang pilihan Tuhan, mengalami kematian, maka janji Tuhan tentang seorang Mesias yang tidak akan mengalami kebinasaan (seperti yang tertulis dalam Mazmur 16:10, yang juga dikutip oleh Paulus dalam konteks ini) hanya dapat terpenuhi melalui Yesus. Yesus adalah Keturunan Daud yang bangkit dari kematian dan tidak mengalami kebinasaan kekal.

Oleh karena itu, Kisah Rasul 13:36 bukan hanya sekadar catatan sejarah, tetapi sebuah pengingat abadi. Ini adalah panggilan untuk kita semua untuk merefleksikan hidup kita: Apakah kita sedang "melakukan kehendak Allah pada zaman kita"? Apakah kita berusaha untuk hidup setia kepada-Nya, di mana pun dan kapan pun Dia menempatkan kita? Kisah Daud mengajarkan bahwa kesetiaan kepada Tuhan, meskipun melalui perjuangan dan ketidaksempurnaan, adalah hal yang paling berharga, dan hasilnya akan melampaui kefanaan duniawi.