Kitab Para Rasul mencatat banyak momen krusial dalam penyebaran Injil, dan ayat 18:2 dari pasal 18 ini menyoroti sebuah perjumpaan yang tampaknya sederhana namun memiliki dampak luar biasa. Kisah ini berlatar di kota Korintus, sebuah pusat perdagangan dan budaya yang ramai di Yunani kuno. Di tengah hiruk pikuk kota ini, Rasul Paulus menemukan dua orang yang kelak akan menjadi rekan seperjalanannya yang paling berharga: Akwila dan Priskila.
Akwila dan Priskila bukanlah orang asing bagi komunitas Yahudi. Mereka adalah sepasang suami istri Yahudi yang terpaksa meninggalkan tanah air mereka, Roma, karena dekret Kaisar Klaudius yang mengusir seluruh orang Yahudi dari ibu kota Kekaisaran Romawi. Perintah ini, meskipun alasannya masih diperdebatkan oleh para sejarawan, menciptakan gelombang pengungsian dan memindahkan banyak orang Yahudi ke berbagai penjuru dunia Romawi, termasuk ke Korintus.
Kedatangan mereka di Korintus bukan hanya sekadar perpindahan geografis, melainkan sebuah takdir ilahi yang membingkai misi Paulus. Di Korintus, Akwila dan Priskila berprofesi sebagai pembuat tenda, sebuah keahlian yang juga dimiliki oleh Paulus. Kesamaan profesi ini memungkinkan mereka untuk tinggal bersama dan bekerja sama. Namun, lebih dari sekadar kemitraan kerja, hubungan mereka berkembang menjadi kemitraan rohani yang mendalam.
Paulus, dengan kepekaan rohaninya, segera melihat potensi dan iman dalam diri Akwila dan Priskila. Mereka tidak hanya memberikan tempat tinggal dan dukungan material bagi Paulus, tetapi juga menjadi pendengar yang setia, penasihat yang bijak, dan pelayan Tuhan yang berdedikasi. Hubungan mereka menjadi bukti bagaimana Tuhan dapat menggunakan keadaan yang sulit, seperti pengusiran dan pengungsian, untuk menyatukan orang-orang yang Dia pilih demi tujuan-Nya yang lebih besar.
Dalam konteks Kisah Para Rasul, perjumpaan ini adalah titik balik penting. Akwila dan Priskila menjadi tulang punggung pelayanan Paulus di Korintus. Mereka tidak ragu-ragu mempertaruhkan nyawa mereka demi melindungi Paulus, sebagaimana dicatat dalam pasal yang sama, ayat 12-17, ketika Paulus menghadapi tuntutan dari orang-orang Yahudi di depan pengadilan Gallio. Keberanian dan kesetiaan mereka menginspirasi dan memperkuat Paulus dalam menghadapi berbagai tantangan dan penganiayaan.
Kisah Akwila dan Priskila, yang dimulai dari ayat krusial ini, mengajarkan kita tentang beberapa hal penting. Pertama, Tuhan seringkali bekerja melalui orang-orang biasa yang menghadapi kesulitan. Kedua, persekutuan yang sehat dan saling mendukung adalah fondasi yang kokoh bagi pelayanan. Ketiga, iman yang teruji dalam kesulitan dapat menghasilkan keberanian dan kesetiaan yang luar biasa. Perjumpaan ini menunjukkan bahwa bahkan dalam pengasingan, Tuhan memiliki rencana yang indah untuk mempersiapkan hati dan membangun komunitas yang kuat untuk menyebarkan pesan-Nya.