Kisah Rasul 19:38 - Keadilan Bagi Paulus

"Jika Demetrius dan tukang-tukang peraknya ada alasan pengaduan terhadap seseorang, maka pasar-pasar dibuka dan ada wakil-wakil rakyat. Biarlah mereka saling menuntut di sana."

Kisah Para Rasul pasal 19 mencatat sebuah peristiwa krusial di kota Efesus yang menunjukkan bagaimana ketakutan dan kepanikan dapat dimanfaatkan untuk mengobarkan kebencian, namun di sisi lain, keadilan dan ketertiban juga dapat ditegakkan. Ayat 38 secara khusus menyoroti momen ketika otoritas kota mencoba meredakan kericuhan yang disebabkan oleh penolakan terhadap pemberitaan Paulus dan pengikutnya.

Demetrius, seorang pembuat patung dewi Artemis, merasa bahwa pengajaran Paulus yang menentang penyembahan berhala telah mengancam bisnis dan mata pencahariannya. Bersama dengan para pengrajin lain yang memiliki profesi serupa, Demetrius menggerakkan massa. Mereka berteriak, "Besar pelacuran dewi Artemis orang Efesus!" (Kisah Rasul 19:28). Kemarahan massa yang diprovokasi ini berujung pada penangkapan Gayus dan Aristarkhus, rekan seperjalanan Paulus, yang diseret ke gelanggang teater.

Paulus sendiri ingin menghadapi massa, namun ia dihalangi oleh para murid dan beberapa pejabat Asia Kecil yang peduli padanya. Situasi menjadi sangat panas, massa terus berteriak selama dua jam, menciptakan kekacauan yang luar biasa. Di tengah kegaduhan itu, seorang juru tulis kota yang bijaksana bangkit dan menenangkan mereka. Ia mengingatkan bahwa kota Efesus adalah penjaga kuil dewi Artemis yang mulia, dan mereka tidak seharusnya bertindak gegabah.

Pernyataan juru tulis kota tersebut dalam Kisah Rasul 19:38 adalah inti dari upaya pemulihan ketertiban. Ia menawarkan sebuah solusi yang berlandaskan pada sistem hukum yang berlaku: Jika Demetrius dan kaumnya merasa dirugikan, ada jalur resmi untuk menuntut. Pasar-pasar dibuka, yang menyiratkan bahwa aktivitas perdagangan yang terganggu seharusnya segera dilanjutkan, dan yang terpenting, ada "wakil-wakil rakyat" atau pejabat pengadilan yang siap mendengarkan dan memutuskan perkara. Juru tulis itu secara implisit menekankan bahwa penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan melalui kekerasan massa atau main hakim sendiri, melainkan melalui proses hukum yang adil.

Pesan ini sangat relevan, tidak hanya bagi masyarakat Efesus pada masa itu, tetapi juga bagi kita di zaman sekarang. Tindakan Demetrius adalah contoh bagaimana kepentingan pribadi dan ekonomi dapat mendorong seseorang untuk menentang kebenaran dan menciptakan permusuhan. Namun, respon juru tulis kota mengajarkan pentingnya ketenangan, akal sehat, dan penegakan hukum. Ia menunjukkan bahwa dalam menghadapi konflik, penting untuk mencari solusi yang konstruktif dan mengacu pada prinsip-prinsip keadilan.

Kisah ini juga menggambarkan keteguhan iman para rasul dan pengikut Kristus. Meskipun menghadapi ancaman dan penganiayaan, mereka tidak gentar. Keberanian Paulus dan kebijaksanaan para pejabat kota akhirnya berhasil meredakan situasi. Peristiwa ini menegaskan bahwa meskipun kebenaran seringkali ditentang, pada akhirnya, keadilan memiliki tempatnya, terutama ketika ada individu yang berani berdiri untuk ketertiban dan prinsip.

Ayat Kisah Rasul 19:38 adalah pengingat bahwa setiap masyarakat membutuhkan sistem yang memungkinkan perselisihan diselesaikan secara damai dan adil. Tindakan Demetrius yang berbasis emosi dan kepentingan pribadi bertabrakan dengan solusi rasional yang ditawarkan oleh sistem peradilan kota. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan dan kemarahan massa tidak akan pernah menjadi solusi yang berkelanjutan, melainkan proses hukum yang terstruktur dan berkeadilan.

Peristiwa di Efesus ini adalah bukti bagaimana penyebaran Injil dapat menimbulkan gejolak sosial, tetapi juga bagaimana kebenaran yang disampaikan dengan bijaksana dan sikap pendamai dapat menuntun pada resolusi. Poin utama dari ayat ini adalah penegasan akan keberadaan dan fungsi lembaga hukum yang seharusnya menjadi wadah penyelesaian segala bentuk perselisihan.