"Hai orang Israel, dengarkanlah perkataan ini: Yesus, orang Nazaret itu, seorang laki-laki yang dinyatakan Allah di tengah-tengah kamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu sendiri."
Ilustrasi: Simbol kekuatan ilahi dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Yesus.
Ayat Kisah Para Rasul 2:22 merupakan salah satu pembuka khotbah rasul Petrus yang monumental di hari Pentakosta. Petrus, yang sebelumnya dikenal sebagai nelayan yang sederhana dan terkadang ragu, kini berdiri tegak di hadapan ribuan orang Yahudi dari berbagai bangsa. Kesaksiannya bukan lagi tentang dirinya sendiri, melainkan tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang telah ia layani, saksikan kebangkitannya, dan terima kuasa dari Roh Kudus. Kalimat pembuka ini dirancang untuk menarik perhatian pendengarnya, mengingatkan mereka pada sosok Yesus yang mereka kenal, bukan sebagai orang asing, melainkan sebagai pribadi yang hidup di tengah-tengah mereka.
Petrus tidak ragu untuk menegaskan identitas Yesus. Ia menyebut-Nya sebagai "Yesus, orang Nazaret itu". Penyebutan "orang Nazaret" mungkin terdengar merendahkan bagi sebagian orang, namun Petrus mengembalikannya pada kenyataan yang tak terbantahkan: Allah sendiri yang telah menyatakan Yesus melalui "kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda". Kata-kata ini bukan sekadar retorika kosong, melainkan fakta yang dapat diverifikasi oleh mereka yang hadir. Banyak dari mereka yang mungkin pernah menyaksikan langsung bagaimana Yesus menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mengusir roh jahat, atau bahkan mengubah air menjadi anggur. Tanda-tanda ini adalah bukti nyata dari kuasa ilahi yang berdiam dalam diri Yesus.
Kisah Para Rasul 2:22 juga menyoroti aspek ketaatan. Petrus, sebagai seorang rasul, bertindak atas perintah Yesus untuk tidak meninggalkan Yerusalem sampai mereka menerima pencurahan Roh Kudus. Ketaatannya inilah yang memampukannya untuk berdiri di hadapan kerumunan itu dengan keberanian yang luar biasa. Roh Kudus yang telah dicurahkan memberinya hikmat dan keberanian untuk menyampaikan kebenaran, bahkan kepada orang-orang yang mungkin terlibat dalam penyaliban Yesus. Ini mengajarkan kepada kita bahwa kesaksian yang efektif seringkali lahir dari ketaatan yang tulus kepada perintah Allah.
Mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Yesus, seperti yang disebutkan Petrus, bukan hanya untuk pamer kekuatan, tetapi memiliki tujuan yang lebih dalam. Tanda-tanda tersebut adalah cara Allah mengonfirmasi identitas Yesus sebagai Anak-Nya yang diutus dan membuka mata banyak orang untuk melihat kebenaran Injil. Petrus menggunakan fakta-fakta ini sebagai landasan argumennya, membangun jembatan pemahaman antara apa yang telah dilihat dan didengar oleh pendengarnya dengan pesan keselamatan yang ingin disampaikannya. Ia mengajak mereka untuk tidak hanya mengingat kejadian-kejadian itu, tetapi untuk merefleksikan makna di baliknya. Kesaksian Petrus di hari Pentakosta ini berhasil menyentuh hati ribuan orang, yang kemudian bertobat dan dibaptis, menandai awal mula pertumbuhan gereja mula-mula. Kisah ini tetap relevan hingga kini, mengingatkan kita akan kuasa Yesus Kristus yang tak berubah dan pentingnya memberikan kesaksian tentang-Nya dengan keberanian dan ketaatan.