"Mereka semua tercengang-cengang dan bertanya heran, katanya: "Bukankah semua orang yangberbicara ini orang Galilea?""
Simbol keragaman bahasa dan persatuan.
Kisah Para Rasul 2:7 mencatat sebuah momen yang sangat dramatis dan penting dalam sejarah Kristen awal. Peristiwa ini terjadi pada hari Pentakosta, di mana para rasul, yang sebelumnya takut dan bersembunyi setelah kenaikan Yesus, tiba-tiba dipenuhi oleh Roh Kudus. Pemenuhan Roh Kudus ini tidak hanya memberi mereka keberanian baru, tetapi juga sebuah kemampuan yang luar biasa: berbicara dalam berbagai bahasa.
Pada saat itu, Yerusalem dipenuhi oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Yahudi asing yang datang dari berbagai penjuru dunia untuk merayakan Hari Raya Pentakosta. Keberagaman mereka ini terlihat dari bahasa yang mereka gunakan. Ketika para rasul mulai berbicara, setiap pendengar mendengar mereka berbicara dalam bahasa mereka sendiri. Ini adalah sebuah mukjizat yang menggemparkan, sebuah pembalikan dari kisah Menara Babel di mana bahasa manusia dipersulit dan menyebar.
Ayat 7 dengan jelas menggambarkan reaksi dari orang-orang yang menyaksikan peristiwa ini. Mereka "tercengang-cengang dan bertanya heran." Kebingungan dan kekaguman terlihat jelas dari pertanyaan mereka, "Bukankah semua orang yang berbicara ini orang Galilea?" Pertanyaan ini menyoroti betapa tidak mungkinnya bagi orang-orang Galilea, yang umumnya dianggap tidak berpendidikan dan tidak mungkin menguasai berbagai bahasa asing, untuk berbicara dengan fasih dalam begitu banyak bahasa.
Keheranan mereka bukan hanya karena kemampuan berbahasa, tetapi juga karena implikasi dari mukjizat ini. Para rasul, yang berbicara dengan penuh keyakinan tentang Yesus Kristus dan karya-Nya, kini mampu menjangkau hati dan pikiran orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa. Mukjizat ini adalah bukti nyata bahwa pesan Injil tidak terbatas pada satu kelompok etnis atau bahasa saja, melainkan ditujukan untuk seluruh dunia.
Kisah rasul 2:7 menjadi simbol kekuatan komunikasi yang menyatukan. Di tengah keragaman bahasa yang seharusnya memisahkan, Roh Kudus justru menjadikannya sarana untuk persatuan dan pemahaman. Peristiwa ini mengajarkan kita bahwa perbedaan, termasuk perbedaan bahasa dan budaya, bukanlah penghalang untuk saling memahami dan untuk menyebarkan kebenaran. Sebaliknya, ketika roh kasih dan kebenaran hadir, perbedaan dapat menjadi jembatan untuk persatuan yang lebih dalam.
Dalam konteks modern, kisah ini tetap relevan. Ia mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan dan berusaha memahami orang lain, bahkan ketika kita memiliki latar belakang yang berbeda. Mukjizat bahasa di Yerusalem adalah pengingat akan potensi luar biasa yang dapat dicapai ketika kita terbuka terhadap komunikasi yang tulus dan ketika kita percaya pada kekuatan yang dapat menyatukan umat manusia.