Ayat yang tertera dalam Kisah Para Rasul pasal 20, ayat 18, memberikan sebuah gambaran yang mendalam tentang gaya pelayanan Rasul Paulus. Dalam perpisahan emosionalnya dengan para tua-tua jemaat di Efesus, Paulus tidak hanya menyampaikan nasihat, tetapi juga merefleksikan perjalanan pelayanannya. Ia menekankan bagaimana ia telah "hidup di antara mereka dari hari pertama", sebuah pernyataan yang menunjukkan komitmen dan kehadiran yang konsisten.
Fokus utama dari ayat ini adalah pada cara Paulus melayani: "dalam segala kerendahan hati dan dengan air mata, dan dalam pencobaan yang aku alami karena tipu daya orang Yahudi." Kata-kata ini melukiskan potret seorang hamba Tuhan yang tidak hanya bersemangat dalam memberitakan Injil, tetapi juga sangat peduli terhadap orang-orang yang ia layani. Kerendahan hati adalah kualitas yang menonjol. Paulus tidak memposisikan dirinya sebagai figur yang superior atau menuntut penghormatan yang berlebihan. Sebaliknya, ia hidup bersama mereka, berbagi suka dan duka, seolah-olah ia adalah bagian dari komunitas itu sendiri. Ini adalah teladan pelayanan yang membumi dan menyentuh hati.
Selanjutnya, penyebutan "air mata" menunjukkan kedalaman emosi dan kepedulian Paulus. Pelayanan bukanlah sekadar tugas formal baginya, melainkan sebuah panggilan yang melibatkan hati. Air mata bisa berarti kesedihan atas dosa, keprihatinan mendalam atas kesulitan jemaat, atau bahkan sukacita yang meluap saat melihat pertumbuhan iman mereka. Ini adalah bukti bahwa Paulus benar-benar berinvestasi secara pribadi dalam kehidupan spiritual mereka. Pelayanan yang tulus sering kali dibarengi dengan ekspresi emosi yang otentik, bukan sekadar formalitas.
Bagian akhir ayat ini, "dan dalam pencobaan yang aku alami karena tipu daya orang Yahudi," membuka jendela ke dalam realitas pahit yang sering dihadapi oleh para rasul. Meskipun Paulus memiliki niat yang murni dan melayani dengan kasih, ia tidak luput dari penolakan, permusuhan, dan tantangan. Orang-orang Yahudi tertentu, yang menentang pemberitaan Injil, berusaha untuk menggagalkan pelayanannya melalui berbagai cara. Ini menegaskan bahwa iman yang teguh sering kali diuji melalui kesulitan dan aniaya. Paulus tidak menyembunyikan aspek ini dari para tua-tua, melainkan menggunakannya sebagai bagian dari kesaksiannya tentang ketekunan.
Kisah Rasul 20:18 mengajarkan kepada kita bahwa pelayanan yang efektif tidak selalu mulus dan tanpa hambatan. Ia membutuhkan kerendahan hati yang tulus, kepedulian yang mendalam yang diekspresikan bahkan melalui air mata, dan ketahanan dalam menghadapi berbagai pencobaan. Teladan Paulus ini tetap relevan hingga kini, menginspirasi para pelayan Tuhan untuk terus mengasihi, melayani dengan setia, dan tetap teguh dalam iman di tengah segala tantangan.