Simbol visi dan pencerahan.

Kisah Rasul 22:17 - Pertobatan Paulus

"Dan ketika aku kembali ke Yerusalem, ketika aku sedang berdoa di dalam Bait Suci, aku mengalami suatu penglihatan,
dan aku melihat Dia berkata kepadaku: Segeralah pergilah dari Yerusalem, sebab kesaksianmu tentang Aku tidak akan diterima di sini."

Kisah Para Rasul pasal 22 mencatat salah satu momen paling transformatif dalam sejarah Kekristenan: kesaksian Paulus tentang bagaimana ia beralih dari penganiaya menjadi rasul Kristus. Ayat ke-17, yang tercatat dalam narasi Paulus sendiri saat ia berbicara kepada orang banyak di Yerusalem, memberikan gambaran sekilas tentang pengalaman spiritual mendalam yang membentuk misi pelayanannya.

Peristiwa ini terjadi setelah perjalanan panjang Paulus dalam menganiaya orang-orang Kristen. Pertemuannya dengan Yesus yang bangkit di jalan menuju Damsyik telah mengubah hidupnya secara radikal. Namun, meskipun pertobatan telah terjadi, masih ada proses pemahaman dan penegasan yang berkelanjutan mengenai panggilannya. Ayat 22:17 ini menggarisbawahi bahwa bahkan setelah mengalami penglihatan agung di jalan, Paulus perlu kembali meneguhkan panggilannya dan menerima arahan lebih lanjut dari Kristus sendiri.

Saat berada di Yerusalem, tempat yang penuh dengan makna teologis dan juga pusat penolakan terhadap ajaran baru tentang Yesus, Paulus pergi ke Bait Suci untuk berdoa. Dalam kesunyian ibadah, ia kembali menerima sebuah pesan langsung dari Kristus. Pesan ini bukan hanya sekadar informasi, melainkan sebuah arahan yang tegas: "Segeralah pergilah dari Yerusalem." Alasan yang diberikan adalah bahwa kesaksiannya di sana tidak akan diterima. Ini adalah sebuah ironi yang mendalam. Paulus, yang dulunya adalah seorang Farisi yang sangat dihormati dan memiliki pemahaman mendalam tentang Hukum Taurat, kini menjadi sosok yang paling dibenci oleh kalangan Yahudi ortodoks karena ajarannya tentang Yesus sebagai Mesias.

Pengalaman di Bait Suci ini menunjukkan bahwa panggilannya tidak terbatas pada pengajaran dan pembuktian kebenaran Injil. Ada dimensi pelayanan yang lebih luas yang menuntut ia harus keluar dari zona nyaman, bahkan dari tempat yang paling suci sekalipun. Kristus mengetahui dengan baik dinamika sosial dan keagamaan di Yerusalem. Kehadiran Paulus di sana, meskipun dengan niat baik untuk bersaksi, kemungkinan besar akan menimbulkan konflik yang lebih besar dan tidak produktif, bahkan mungkin membahayakan dirinya dan gerakan Kristen yang baru lahir.

Pesan Kristus ini juga mencerminkan prinsip penting dalam pelayanan: kebijaksanaan dan pemahaman akan konteks. Terkadang, tempat terbaik untuk bersaksi bukanlah tempat di mana kita paling dikenal atau paling nyaman, melainkan tempat di mana pesan itu dapat diterima dan bertumbuh. Kristus tidak memerintahkan Paulus untuk berhenti bersaksi, tetapi untuk mengalihkan fokus dan strateginya. Yerusalem adalah tempat di mana kesaksiannya tentang Kristus, meskipun penuh semangat, akan sia-sia atau bahkan kontraproduktif pada saat itu.

Kisah Rasul 22:17 mengajarkan kita tentang kerendahan hati dalam mengikuti arahan Kristus, bahkan ketika itu tampaknya tidak logis atau sulit. Paulus, meskipun seorang rasul yang dipilih, tetap tunduk pada tuntunan ilahi. Ini adalah pengingat bagi setiap orang percaya bahwa panggilan dan misi kita adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar, dan seringkali kita perlu bersikap fleksibel dan terbuka terhadap perubahan arah yang diberikan oleh-Nya.

Penglihatan di Bait Suci ini menegaskan bahwa misi Paulus adalah untuk pergi ke bangsa-bangsa lain, membawa kabar baik tentang Yesus kepada orang-orang yang belum pernah mendengar. Pengalaman ini menjadi landasan bagi perjalanan misionarisnya yang luas ke seluruh dunia Romawi, yang akhirnya membawa Injil kepada jutaan orang dan membentuk wajah Kekristenan seperti yang kita kenal saat ini.