Kisah Rasul 24:3 - Kebenaran dan Kebohongan

"Kami menyambut segalanya dengan penuh syukur dan di segala tempat, bahwa dengan perantaraan Tuan, kehidupan yang tenteram ada pada kami dan pembaharuan terjadi pada bangsa kami."
Kebenaran yang Membawa Kedamaian Kisah Rasul

Kisah Rasul 24:3 mencatat sebuah pengakuan dari para pemimpin Yahudi, khususnya Tetulus, yang diutus untuk berbicara di hadapan prokonsul Romawi Feliks, mengenai Rasul Paulus. Pernyataan yang mereka sampaikan, "Kami menyambut segalanya dengan penuh syukur dan di segala tempat, bahwa dengan perantaraan Tuan, kehidupan yang tenteram ada pada kami dan pembaharuan terjadi pada bangsa kami," sekilas terdengar positif dan penuh hormat. Namun, di balik kata-kata manis ini tersembunyi agenda yang jauh berbeda, sebuah strategi yang penuh dengan kebohongan dan fitnah.

Para penuduh ini, yang sejatinya memiliki kebencian mendalam terhadap ajaran Kristus dan kerasulan Paulus, mencoba untuk memanipulasi persepsi pejabat Romawi. Mereka menyajikan diri mereka sebagai pihak yang tenang dan teratur, yang hanya ingin menyampaikan keluhan yang sah. Dengan menggunakan istilah seperti "kehidupan yang tenteram" dan "pembaharuan bangsa," mereka berusaha menggambarkan ajaran Paulus sebagai ancaman terhadap stabilitas dan tatanan sosial yang ada. Ini adalah taktik umum yang digunakan oleh mereka yang menolak kebenaran: membingkai kebenaran sebagai ancaman, dan diri mereka sebagai pelindung masyarakat.

Klaim bahwa "dengan perantaraan Tuan" (mengacu pada Feliks) kehidupan yang tenteram ada pada mereka adalah bentuk pujian yang licik. Tujuannya adalah untuk menyenangkan Feliks, membuatnya merasa dihargai, dan dengan demikian lebih terbuka untuk menerima tuduhan mereka. Mereka berharap Feliks akan memihak mereka karena merasa terhormat oleh pengakuan mereka. Ini menunjukkan bagaimana kebohongan seringkali dibalut dengan sanjungan untuk menipu. Kebenaran tentang Paulus dan Injil yang ia beritakan adalah sumber kedamaian sejati, bukan ancaman, namun di mata para penuduh, kebenaran itu sendiri adalah masalah yang mengganggu.

Perlu dipahami bahwa "pembaharuan" yang mereka maksud bukanlah pembaharuan rohani yang dibawa oleh Kristus, melainkan pemulihan tatanan lama yang menurut mereka terganggu oleh pengaruh Paulus. Mereka melihat kebangkitan Kristus dan ajaran tentang keselamatan melalui iman sebagai sesuatu yang radikal dan merusak tradisi mereka. Oleh karena itu, mereka berusaha menggunakan kekuasaan Romawi untuk membungkam suara kebenaran. Kisah ini mengingatkan kita bahwa kebenaran ilahi seringkali disambut dengan permusuhan oleh dunia, dan bahwa para penyeru kebenaran bisa saja difitnah dan dituduh sebagai pengacau.

Kita belajar dari pasal ini bahwa penampilan bisa sangat menipu. Para penuduh Paulus berbicara dengan sopan dan menggunakan kata-kata yang terdengar mulia, tetapi niat mereka jahat. Mereka menggunakan kebohongan untuk menutupi kebencian dan ketakutan mereka terhadap pesan Injil. Namun, di hadapan Tuhan, kebenaran akan selalu menang. Kisah Rasul 24:3 menjadi saksi bisu dari perjuangan antara kebenaran yang murni dan kebohongan yang licik, sebuah perjuangan yang masih relevan hingga saat ini. Penting bagi kita untuk selalu menguji setiap perkataan dan niat, membedakan antara ajaran yang membawa kedamaian sejati dan kata-kata yang hanya membawa kekacauan terselubung.