Kisah Rasul 26:14 - Suara dari Langit

"Dan sesudah kami jatuh ke tanah, aku mendengar suara berkata kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Susah bagi engkau menendang ke jabah."

Suara

Ilustrasi: Suara Ilahi dan Ajakan.

Kisah Rasul pasal 26 mencatat salah satu momen paling transformatif dalam sejarah Kekristenan, yaitu kesaksian Rasul Paulus di hadapan Raja Agripa. Di tengah pembelaan diri yang penuh semangat, Paulus kembali menceritakan pengalamannya yang luar biasa di jalan menuju Damsyik. Ayat 14, "Dan sesudah kami jatuh ke tanah, aku mendengar suara berkata kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Susah bagi engkau menendang ke jabah," adalah inti dari pengalaman spiritual yang mengubah hidupnya.

Pada saat itu, Saulus (nama sebelum menjadi Paulus) adalah seorang Farisi yang tekun dan sangat gigih dalam mempertahankan Taurat Musa. Namun, ia memandang gerakan pengikut Yesus sebagai ancaman serius terhadap ajaran Yahudi. Oleh karena itu, ia tidak hanya mengizinkan, tetapi juga aktif terlibat dalam penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, memenjarakan mereka, dan bahkan turut menyetujui hukuman mati.

Dalam perjalanannya menuju Damsyik dengan surat kuasa untuk menangkap lebih banyak pengikut Kristus, sebuah cahaya yang lebih terang dari matahari menyilaukan dia dan rombongannya. Mereka jatuh ke tanah. Di tengah kegelapan yang tiba-tiba dirasakan, Saulus mendengar suara yang memanggil namanya dua kali, "Saulus, Saulus." Suara itu berbicara dalam bahasa ibunya, bahasa Ibrani, yang menunjukkan kedekatan dan pengenalan pribadi. Pertanyaan yang diajukan begitu langsung dan mendalam: "Mengapa engkau menganiaya Aku?"

Frasa "Susah bagi engkau menendang ke jabah" adalah sebuah peribahasa yang menunjukkan betapa sia-sianya perlawanan terhadap kekuatan yang lebih besar. Menendang ke jabah (tongkat penjentik atau pengait yang digunakan gembala untuk mengarahkan ternak, seringkali di ujungnya terdapat paku) akan hanya melukai diri sendiri dan tidak akan mengubah arah ternak. Ini menyiratkan bahwa tindakan Saulus untuk melawan Kristus adalah tindakan yang bodoh, menyakitkan diri sendiri, dan tidak akan pernah berhasil. Kristuslah yang memegang kendali.

Pengalaman ini bukan sekadar wahyu supernatural, tetapi sebuah konfrontasi ilahi yang memaksa Saulus untuk merefleksikan tindakannya. Suara itu bukan sembarang suara; itu adalah suara Yesus Kristus sendiri yang bangkit dari surga. Pengakuan bahwa ia menganiaya Kristus, bukan hanya pengikut-Nya, adalah titik balik yang menghancurkan seluruh pandangan dunianya. Ia yang tadinya merasa benar dan berjuang demi kesucian agama, ternyata adalah musuh dari Pribadi yang diyakininya adalah Sang Mesias.

Kisah ini adalah bukti kuat tentang kuasa transformasi dari kebenaran ilahi. Suara dari langit itu bukan hanya menghentikan penganiayaan, tetapi mengubah arah hidup seorang penganiaya menjadi rasul yang paling gigih dan berpengaruh dalam penyebaran Injil. Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap orang, tidak peduli seberapa jauh tersesat, memiliki kesempatan untuk mendengar suara kebenaran dan mengalami perubahan hidup yang radikal, jika mau membuka hati dan telinga untuk mendengarkan.