Kisah Rasul 26: Kesaksian Paulus di Hadapan Agripa

"Tetapi aku, aku melanjutkan pelayanan itu dari Yerusalem dan dari seluruh Yudea, bahkan sampai ke Damsyik, dan kepada bangsa-bangsa lain, aku memberitakan, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu." (Kisah Para Rasul 26:20)

Simbol Kesaksian dan Perjalanan Yerusalem Perjalanan Bangsa Lain Kesaksian Agung

Kisah Para Rasul pasal 26 mencatat salah satu momen paling dramatis dan penting dalam pelayanan Rasul Paulus. Dalam bab ini, Paulus tidak hanya membela dirinya di hadapan Raja Agripa II, istrinya Bernike, dan para pejabat Romawi, tetapi ia juga memberikan kesaksian yang kuat dan personal tentang perjalanannya dari seorang penganiaya menjadi pewarta Injil Kristus. Bab ini memperlihatkan bagaimana kebenaran Injil dapat mengubah hidup seseorang secara radikal dan bagaimana keberanian yang diberikan oleh Roh Kudus memungkinkan seseorang untuk bersaksi di bawah tekanan.

Paulus memulai pembelaannya dengan rendah hati, memohon kepada Agripa untuk mendengarkan kesaksiannya. Ia mengisahkan latar belakangnya sebagai orang Farisi yang taat dan bagaimana ia memandang dirinya berhak untuk melakukan segala sesuatu untuk melawan pengikut Yesus. Namun, titik balik yang monumental terjadi dalam perjalanannya ke Damsyik. Di sana, ia mengalami perjumpaan langsung dengan Yesus yang bangkit, yang memanggilnya untuk menjadi pelayan dan saksi bagi nama-Nya di antara bangsa-bangsa. Pengalaman ini begitu kuat dan transformatif sehingga mengubah arah hidup Paulus sepenuhnya.

Pertobatan yang Mengubah Segalanya

Peristiwa di jalan menuju Damsyik adalah inti dari kesaksian Paulus. Ia menggambarkan sebuah cahaya terang dari langit yang menyilaukan dia dan para pengawalnya. Suara yang didengarnya, "Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?" bukanlah sekadar gema, melainkan firman Tuhan yang menembus jiwanya. Pengakuan Yesus, "Akulah Yesus yang engkau aniaya itu," membalikkan seluruh pandangan dunianya. Sejak saat itu, Paulus tidak lagi melihat pengikut Yesus sebagai musuh, melainkan sebagai saudara seiman. Ia menyadari kesalahannya yang besar dan mengakui bahwa ia telah bertindak karena ketidaktahuan dan ketidakpercayaan.

Setelah perjumpaan itu, Paulus menjadi buta dan dibawa ke Damsyik. Di sana, seorang murid bernama Ananias dituntun oleh Tuhan untuk datang dan meletakkan tangan di atasnya, memulihkan penglihatannya dan memenuhi dia dengan Roh Kudus. Dari titik inilah, misi Paulus sebagai rasul bagi bangsa-bangsa dimulai. Ia tidak ragu untuk menyatakan kebenaran yang telah dihayatinya.

Menyebarkan Injil dengan Berani

Dalam kesaksiannya di hadapan Agripa, Paulus menegaskan bahwa pesan yang ia sampaikan tidaklah baru atau asing. Ia memberitakan apa yang telah dinubuatkan oleh para nabi: bahwa Mesias harus menderita, mati, dan bangkit dari antara orang mati, serta bahwa melalui Dia ada pengampunan dosa dan keselamatan bagi siapa saja yang percaya.

Paulus dengan tegas menyatakan visinya tentang misi yang dipercayakan kepadanya: "Aku, aku melanjutkan pelayanan itu dari Yerusalem dan dari seluruh Yudea, bahkan sampai ke Damsyik, dan kepada bangsa-bangsa lain, aku memberitakan, bahwa mereka harus bertobat dan berbalik kepada Allah serta melakukan pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu." Kalimat ini merangkum seluruh inti pelayanannya. Ia tidak hanya menyampaikan kabar baik, tetapi juga menyerukan pertobatan sejati – sebuah perubahan hati dan pikiran yang diikuti oleh tindakan nyata yang mencerminkan persekutuan dengan Allah.

Meskipun Agripa dan para pendengarnya mungkin tidak sepenuhnya menerima pesan Paulus, kesaksiannya di pasal ini tetap menjadi bukti luar biasa tentang kekuatan Injil. Paulus tidak gentar. Ia siap untuk dipenjara dan bahkan mati demi Injil Kristus. Kisahnya di sini adalah pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memahami anugerah Allah, mengalami transformasi pribadi, dan memiliki keberanian untuk berbagi harapan yang ada di dalam kita, bahkan di tengah tantangan. Kesaksian Paulus di hadapan para penguasa adalah puncak dari penderitaannya dan manifestasi kuasa Injil yang tak terbendung.