Bab 26 dan 27 dari Kitab Kisah Para Rasul membawa kita pada sebuah perjalanan dramatis yang melibatkan Rasul Paulus. Bagian ini menceritakan kelanjutan dari persidangan Paulus di hadapan Raja Agripa, serta pelayaran epiknya menuju Roma yang penuh tantangan. Kisah ini tidak hanya menunjukkan keteguhan iman Paulus, tetapi juga campur tangan ilahi yang luar biasa dalam melindungi hamba-Nya.
Setelah ditangkap dan menghadapi berbagai sidang di Kaisarea, Raja Agripa II, bersama istrinya Bernike, datang untuk mendengarkan kesaksian Paulus secara langsung. Ini adalah kesempatan terakhir Paulus untuk membela diri di hadapan otoritas Yahudi dan Romawi sebelum ia dikirim ke Roma. Dengan keberanian yang diilhamkan oleh Roh Kudus, Paulus menyampaikan riwayat hidupnya, pertobatannya yang dahsyat di jalan menuju Damsyik, dan pengalamannya bertemu Yesus.
Paulus dengan jelas memaparkan bagaimana ia tadinya adalah seorang penganiaya gereja, namun kemudian diubahkan oleh kasih karunia Kristus. Ia berbicara tentang penglihatan yang diterimanya dan misi yang dipercayakan kepadanya untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Kesaksiannya begitu kuat dan pribadi sehingga Raja Agripa sendiri mengakui, "Hampir-hampir Kaufikut-meyakinkan aku menjadi seorang Kristen." Meskipun demikian, respons akhir Agripa adalah bahwa Paulus bisa dibebaskan jika ia tidak pernah mengajukan banding kepada Kaisar. Hal ini menggarisbawahi betapa pengaruh politik dan ketakutan akan kekacauan seringkali menghalangi kebenaran.
Karena telah mengajukan banding kepada Kaisar, Paulus akhirnya harus melakukan perjalanan laut ke Roma. Bab 27 mencatat detail pelayaran ini dengan sangat rinci, memberikan gambaran akurat tentang navigasi pada masa itu. Bersama Paulus, ikut pula Lukas sang penulis Injil dan narator kisah ini, serta sekitar 276 orang lainnya, termasuk tentara Romawi yang bertugas mengawal Paulus.
Pelayaran dimulai dengan kondisi yang cukup baik, namun segera berubah menjadi mimpi buruk. Mereka berlayar melewati Kreta dan menghadapi angin yang buruk, yang dikenal sebagai angin timur laut. Para pelaut berusaha mencari tempat berlindung di pelabuhan yang disebut "Pelabuhan-pelabuhan Baik," tetapi cuaca semakin memburuk. Pada akhirnya, kapal tertimpa badai dahsyat yang dikenal sebagai badai Eurosiklon. Kapal terombang-ambing di laut Adriatik selama berhari-hari, kehilangan arah, dan ancaman kehancuran semakin nyata.
Di tengah keputusasaan, Paulus bangkit dan memberikan penghiburan serta harapan kepada semua orang di kapal. Ia menceritakan sebuah penglihatan ilahi di mana ia diberitahu bahwa tidak ada satu pun nyawa yang akan hilang, meskipun kapal akan tenggelam. Ia juga menasihati mereka untuk makan agar memiliki kekuatan. Kepercayaan Paulus kepada Tuhan di tengah badai yang mengerikan menjadi mercusuar harapan bagi seluruh awak kapal.
Akhirnya, setelah berhari-hari terombang-ambing, kapal menabrak gosong dan pecah. Namun, sesuai janji Tuhan, semua orang berhasil mencapai daratan dengan selamat, sebagian berenang dan sebagian lagi menyeberang dengan menggunakan papan atau sisa-sisa kapal. Mereka terdampar di pulau Malta, tempat mereka disambut dengan keramahan oleh penduduk setempat.
Kisah rasul-rasul 26 dan 27 ini menegaskan kembali tema sentral dari pelayanan Paulus: ketekunan dalam menghadapi kesulitan, keberanian dalam bersaksi, dan keyakinan mutlak pada perlindungan Tuhan yang tak tergoyahkan, bahkan di tengah badai terhebat sekalipun. Perjalanan ini membuka jalan bagi Paulus untuk akhirnya mencapai Roma dan melanjutkan pelayanannya yang monumental di sana.