Kisah Rasul 26:4 - Kemenangan Iman di Hadapan Penguasa

"Tentulah mereka mendengar dari orang Yahudi, bahwa aku, sedari žmuda, hidup kefah-fahan di tengah-tengah bangsaku di Yerusalem."

Kisah para rasul pasal 26 mencatat momen krusial dalam kehidupan Rasul Paulus, di mana ia berdiri di hadapan Raja Agripa, Bernike, dan para pejabat Romawi. Dalam kesempatan yang menegangkan ini, Paulus tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memberikan kesaksian yang luar biasa tentang imannya dan transformasi hidupnya. Ayat ke-4 menjadi pembuka dari pembelaan diri Paulus yang penuh hikmat dan keyakinan.

Ayat ini berbunyi, "Tentulah mereka mendengar dari orang Yahudi, bahwa aku, sedari žmuda, hidup kefah-fahan di tengah-tengah bangsaku di Yerusalem." Paulus memulai dengan merujuk pada masa lalu dan latar belakangnya yang dikenal oleh banyak orang Yahudi. Ia tidak menyangkal asal-usulnya sebagai seorang Farisi yang taat dan bersemangat dalam menjalankan hukum Taurat. Pernyataannya ini bertujuan untuk menunjukkan kepada para pendengarnya, termasuk Raja Agripa yang memiliki pengetahuan luas tentang adat istiadat Yahudi, bahwa ia tidak tiba-tiba menjadi pengikut Yesus. Sebaliknya, transformasi yang dialaminya adalah hasil dari sebuah pengalaman spiritual yang mendalam dan tidak dapat disangkal.

Kata "kefah-fahan" dalam konteks ini merujuk pada kehidupan yang saleh, taat pada hukum, dan bersemangat dalam ajaran agama Yahudi. Paulus ingin menekankan bahwa sebelum ia mengenal Kristus secara pribadi, ia adalah seorang yang sangat berintegritas dalam keyakinan Yahudinya. Ia adalah seorang Yahudi sejati, yang sangat berpegang teguh pada tradisi dan hukum leluhurnya. Hal ini penting untuk disampaikan karena banyak orang Yahudi pada masa itu memandang pengikut Yesus sebagai pemberontak atau penyimpang dari ajaran nenek moyang mereka. Dengan menyatakan bagaimana ia hidup di Yerusalem sejak masa mudanya, Paulus menunjukkan bahwa ia memahami sepenuhnya ajaran Yahudi dari dalam, bukan dari luar.

Pembelaan Paulus ini adalah sebuah strategi yang cerdas. Ia tidak langsung menyerang keyakinan para pendengarnya, melainkan membangun jembatan pemahaman terlebih dahulu. Ia menggunakan latar belakangnya sendiri sebagai titik tolak untuk menjelaskan bagaimana ia akhirnya beralih dan mengikut Yesus. Raja Agripa, yang mengenal Paulus sebagai Saul, seorang yang dulu sangat menentang pengikut Kristus, kini mendengarnya berbicara tentang sebuah kesaksian yang justru berasal dari pengalaman pribadinya yang otentik. Hal ini tentu menimbulkan rasa ingin tahu dan membuka hati para pendengarnya untuk mendengarkan lebih lanjut.

Kisah Rasul 26:4 ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesaksian yang otentik dan didasarkan pada pengalaman pribadi. Paulus tidak hanya mengutip ajaran, tetapi ia hidup di dalamnya dan kemudian mengalami perubahan drastis yang membuatnya memberikan hidupnya untuk Injil. Dalam konteks yang lebih luas, kisah ini menunjukkan bahwa iman yang sejati dapat membawa seseorang pada keberanian luar biasa untuk bersaksi di hadapan siapa pun, bahkan di hadapan penguasa duniawi. Iman yang teguh, seperti yang ditunjukkan oleh Paulus, mampu memenangkan hati dan pikiran, serta membuka jalan bagi kebenaran ilahi untuk dinyatakan.