Kisah Rasul 27-30: Perjalanan Penuh Ujian dan Iman

"Tetapi setelah beberapa lama, sampailah kami ke suatu tempat yang dinamai Pelabuhan Baik..." (Kisah Para Rasul 27:8)
Ilustrasi perjalanan laut dengan kapal dan badai

Kisah Para Rasul pasal 27 dan 28 mencatat perjalanan penting yang dialami oleh Rasul Paulus menuju Roma. Setelah menghadapi berbagai perlawanan dan pengadilan di Yerusalem dan Kaisarea, Paulus menggunakan hak bandingnya sebagai warga negara Romawi untuk dibawa ke hadapan Kaisar. Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan sebuah narasi tentang ketahanan iman, menghadapi badai kehidupan, dan bagaimana Allah tetap menyertai hamba-Nya dalam segala situasi.

Perjalanan Menuju Roma dan Badai Hebat

Bagian awal kisah ini menggambarkan Paulus bersama para tahanan lainnya di bawah pengawasan seorang perwira Romawi bernama Yulius. Mereka naik kapal dari Adrumetum menuju Asia Kecil. Perjalanan laut pada masa itu selalu penuh risiko, terutama ketika memasuki musim yang tidak menguntungkan untuk berlayar. Paulus, dengan kebijaksanaan ilahi yang dimilikinya, sudah memberikan peringatan bahwa perjalanan ini akan membawa kerugian dan kesukaran, bahkan mungkin jiwa. Namun, para pelaut dan perwira lebih mempercayai pendapat nahkoda dan pemilik kapal.

Ketika mereka mencapai sebuah pelabuhan di Kreta yang disebut Pelabuhan Baik, Paulus kembali menyarankan untuk berhenti dan berdiam diri di sana sampai musim berlayar aman kembali. Namun, bujukan untuk mencapai Feniks, sebuah pelabuhan yang lebih baik untuk bermalam, membuat mereka melanjutkan pelayaran. Naas, angin selatan yang bertiup sepoi-sepoi berubah menjadi badai yang dahsyat. Kapal mereka dihantam badai hebat dan terombang-ambing selama berhari-hari di Laut Adriatik.

Bertahan di Tengah Keputusasaan

Situasi menjadi sangat mengerikan. Para awak kapal dan penumpang dilanda ketakutan luar biasa. Mereka membuang barang-barang kapal ke laut untuk meringankan beban, bahkan kemudian Paulus dan awak kapal lainnya membuang peralatan makan. Keadaan semakin genting ketika mereka tidak melihat matahari maupun bintang selama berhari-hari, yang menjadi panduan navigasi utama saat itu. Harapan untuk selamat mulai sirna. Dalam kondisi seperti ini, Paulus berdiri di tengah mereka dan mengingatkan bahwa meskipun kapal akan hilang, tidak seorang pun dari mereka akan kehilangan nyawanya. Ia juga memberitahukan bahwa ia telah mendapat pesan ilahi bahwa mereka semua akan selamat dan tiba di suatu pulau.

Kepercayaan Paulus yang teguh pada janji Allah di tengah badai yang mengamuk menjadi mercusuar harapan bagi semua orang di kapal. Peringatan Paulus agar makan untuk menguatkan diri, serta doanya, memberikan kekuatan baru bagi mereka.

Terdampar di Malta dan Pelayanan Paulus

Setelah 14 hari terombang-ambing, akhirnya kapal itu terdampar di sebuah pulau yang ternyata adalah Malta. Penduduk pulau menyambut mereka dengan keramahan luar biasa, menyalakan api untuk menghangatkan mereka yang kedinginan dan basah. Di sinilah kisah kelepasan Paulus dan rombongannya berlanjut ke mukjizat. Saat Paulus memungut ranting kering untuk dimasukkan ke dalam api, seekor ular berbisa hinggap di tangannya, namun Paulus tidak luka sedikit pun. Penduduk pulau yang menyaksikan itu awalnya mengira Paulus seorang dewa, kemudian mengira ia seorang pembunuh yang tidak luput dari hukuman, tetapi setelah Paulus tetap hidup, mereka menganggapnya sebagai dewa.

Selama tiga bulan di Malta, Paulus digunakan Allah untuk menyembuhkan banyak orang, termasuk Publius, gubernur pulau itu, dan keluarganya. Pelayanan ini semakin menguatkan iman penduduk pulau dan memberikan penghormatan kepada Paulus dan rombongannya. Ini menunjukkan bagaimana Allah tidak hanya melindungi hamba-Nya dalam kesulitan, tetapi juga memakai mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain, bahkan di tempat yang asing.

Kedatangan di Roma dan Pemberitaan Injil

Setelah perbaikan kapal selesai, Paulus dan rombongannya melanjutkan perjalanan ke Roma. Kedatangan Paulus di Roma, meskipun sebagai tahanan, tidak menghentikan misinya. Pasal 28 mengisahkan bagaimana ia disambut baik oleh saudara-saudara seiman di sana. Selama dua tahun, Paulus tinggal di Roma dalam rumah sewanya sendiri, bebas menginjil dan mengajarkan tentang Kerajaan Allah serta Yesus Kristus dengan tak gentar kepada siapa saja yang datang mengunjunginya. Ia menerima semua orang yang datang kepadanya, memberitakan Injil dengan penuh keberanian, baik orang Yahudi maupun non-Yahudi.

Kisah rasul 27-30 ini memberikan pelajaran yang mendalam tentang iman yang kokoh di tengah badai kehidupan, kepercayaan pada janji Allah yang tak pernah gagal, dan bagaimana bahkan dalam situasi yang paling sulit, Allah dapat menggunakan kita untuk menjadi terang dan berkat bagi dunia.