Simbol Inspirasi

Kisah Rasul 5:29 - Patuh pada Tuhan, Bukan Manusia

"Lebih utama patuh kepada Allah daripada kepada manusia."

Ayat yang diucapkan oleh Petrus dan rasul-rasul lainnya dalam Kitab Kisah Para Rasul pasal 5 ayat 29, merupakan sebuah pernyataan yang monumental dan penuh keberanian. Kalimat singkat namun padat makna ini, tidak hanya menjadi tonggak penting dalam sejarah kekristenan awal, tetapi juga terus bergema hingga kini sebagai prinsip fundamental bagi setiap individu yang beriman. Pengakuan ini muncul dalam konteks penganiayaan yang mereka alami dari para pemimpin agama Yahudi pada masa itu. Para rasul baru saja ditangkap dan dihadapkan kepada Mahkamah Agama, dituntut untuk berhenti memberitakan tentang Yesus.

Sebelumnya, Yesus telah memberikan instruksi kepada para murid-Nya untuk pergi dan mengajarkan segala sesuatu yang telah Ia perintahkan kepada mereka. Perintah ini mencakup tidak hanya doktrin atau ajaran, tetapi juga sebuah mandat untuk menjadi saksi-Nya di seluruh dunia. Namun, dalam menjalankan mandat ilahi ini, para rasul justru berhadapan dengan larangan dari otoritas manusia. Mahkamah Agama, yang seharusnya menjadi penjaga kebenaran hukum Taurat, justru berusaha membatasi penyebaran Injil yang mereka yakini sebagai kebenaran tertinggi.

Dalam situasi inilah, Petrus, yang seringkali bertindak sebagai juru bicara para rasul, dengan tegas menyatakan prinsip yang menjadi pegangan mereka: "Lebih utama patuh kepada Allah daripada kepada manusia." Pernyataan ini bukan lahir dari rasa pemberontakan semata, melainkan dari keyakinan mendalam bahwa kedaulatan tertinggi ada pada Allah. Jika perintah manusia bertentangan dengan perintah Allah, maka hanya ada satu pilihan yang benar, yaitu taat kepada Sang Pencipta.

Kisah ini mengajarkan kepada kita arti pentingnya integritas iman. Di tengah tekanan sosial, politik, atau bahkan ancaman fisik, seorang pengikut Kristus dipanggil untuk memegang teguh kesetiaan kepada Allah. Ini bukan berarti menolak seluruh otoritas manusia secara membabi buta. Alkitab sendiri mengajarkan untuk tunduk kepada pemerintah yang ada, karena pemerintahan itu ditetapkan oleh Allah. Namun, ketika otoritas manusia memerintahkan sesuatu yang secara jelas melanggar firman Tuhan atau menghalangi tugas kenabian yang diberikan oleh-Nya, maka batas kepatuhan itu pun harus dipertegas.

Penerapan prinsip "patuh kepada Allah daripada kepada manusia" membutuhkan kebijaksanaan dan keberanian. Keberanian untuk berdiri teguh pada kebenaran, meskipun unpopular. Kebijaksanaan untuk memahami kapan batas itu harus ditarik, dan bagaimana melakukannya dengan kasih dan hormat, sambil tetap memelihara kesaksian tentang Kristus. Kisah rasul-rasul ini mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya tentang keyakinan pribadi, tetapi juga tentang tindakan nyata yang mencerminkan prioritas kita. Di dunia yang seringkali menuntut kompromi, ayat ini menjadi kompas moral yang menuntun kita untuk selalu menempatkan kehendak Allah di atas segala keinginan dan perintah manusia.