Kisah Rasul 7:24 bukanlah sekadar sebuah kutipan dari Kitab Suci, melainkan sebuah seruan yang membangkitkan kesadaran akan pentingnya mendengarkan dan memahami firman Tuhan. Ayat ini diucapkan oleh Santo Stefanus, seorang diakon yang penuh dengan iman dan karunia Roh Kudus, saat ia berdiri teguh membela kebenaran di hadapan Mahkamah Agama Yahudi. Dalam kesaksiannya yang panjang dan berapi-api, Stefanus menelusuri kembali sejarah keselamatan umat Israel, dari Abraham hingga Yesus Kristus. Namun, inti dari pesannya terletak pada penekanan akan panggilan ilahi untuk menanggapi firman-Nya dengan hati yang terbuka dan pikiran yang jernih.
Stefanus mengingatkan para pendengarnya bahwa Allah selalu berbicara kepada umat-Nya. Mulai dari panggilan kepada Abraham, pembebasan dari perbudakan di Mesir, hingga pemberian hukum di Gunung Sinai, setiap peristiwa adalah manifestasi dari komunikasi Allah. Namun, seringkali, umat Israel gagal untuk benar-benar mendengarkan dan memahami pesan-pesan ini. Sebaliknya, mereka cenderung mengeras hati, menolak peringatan, dan kembali kepada jalan yang sesat. Pesan Stefanus dalam Kisah Rasul 7:24 adalah sebuah peringatan sekaligus ajakan untuk tidak mengulangi kesalahan masa lalu.
Ajakan "Dengarlah dan pahamilah! Perhatikanlah segala firman Allah" menekankan dua aspek krusial dalam hubungan kita dengan Tuhan. Mendengarkan bukan sekadar pendengaran pasif, melainkan sebuah tindakan aktif untuk membuka telinga hati dan pikiran. Ini berarti memberikan perhatian penuh, menyingkirkan gangguan duniawi, dan membiarkan suara Tuhan masuk dan beresonansi di dalam diri kita. Sementara itu, memahami melampaui sekadar mendengar. Ini melibatkan kemampuan untuk mencerna, menafsirkan, dan mengintegrasikan firman Tuhan ke dalam pemahaman kita tentang kehidupan dan kehendak-Nya. Ini adalah tentang merenungkan kebenaran yang disampaikan dan membiarkannya mengubah cara pandang kita.
Di bawah terik matahari Yerusalem, Stefanus dengan berani menyampaikan kebenaran yang menyakitkan. Ia melihat bahwa banyak pendengarnya, sama seperti nenek moyang mereka, memiliki telinga tetapi tidak mau mendengar, dan mata tetapi tidak mau melihat. Mereka terpaku pada tradisi dan ritual, namun kehilangan esensi dari perjanjian Allah. Seruan "Perhatikanlah segala firman Allah" adalah sebuah tantangan untuk memeriksa kembali hati kita. Apakah kita benar-benar memberikan tempat utama bagi firman Tuhan dalam kehidupan kita? Apakah kita sungguh-sungguh berusaha untuk mengikutinya, ataukah kita hanya mendengarnya tanpa meresponsinya dengan sepenuh hati?
Kisah Stefanus dan pesan yang disampaikannya dalam Kisah Rasul 7:24 tetap relevan hingga kini. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, seringkali kita menemukan diri kita tenggelam dalam kebisingan dunia yang membuat firman Tuhan sulit untuk didengar. Namun, panggilan ilahi untuk mendengarkan dan memahami tetap bergema. Melalui pembacaan Kitab Suci, doa, persekutuan, dan bimbingan Roh Kudus, Allah terus berbicara kepada kita. Tugas kita adalah untuk hadir dengan kerendahan hati, membuka hati, dan dengan tekun berusaha memahami setiap firman yang Dia sampaikan. Hanya dengan demikian, kita dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan menjadi saksi yang setia bagi kasih-Nya.
Mari kita renungkan seruan kuno ini: "Dengarlah dan pahamilah! Perhatikanlah segala firman Allah." Semoga hati kita terbuka untuk menerima dan membiarkan firman-Nya mengubah kita menjadi pribadi yang lebih mencintai dan melayani Dia.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang mukjizat dan pelayanan para rasul, Anda dapat membaca Kisah Para Rasul.