Kisah Rasul 7:27 - Pertemuan Dengan Penguasa

"Dan orang yang memperlakukan saudaranya dengan tidak adil, ia ia perintahkan: Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami?"

Kisah para rasul, terutama dalam pasal ketujuh, menyajikan narasi yang kaya akan peristiwa dan dialog penting. Ayat 27 dari pasal ini menyoroti momen krusial dalam kesaksian Stefanus di hadapan Mahkamah Agama Yahudi. Ayat ini adalah bagian dari pidato panjang Stefanus yang memaparkan sejarah keselamatan bangsa Israel, mulai dari Abraham hingga Yesus Kristus. Dalam konteks pidatonya, Stefanus sedang menyoroti bagaimana umat Israel berulang kali menolak para utusan Allah, termasuk para nabi dan akhirnya Yesus sendiri.

Ayat 7:27 muncul ketika Stefanus mengutip perkataan malaikat kepada Musa di gunung Horeb. Musa, setelah melihat semak duri yang terbakar namun tidak habis dilalap api, mendekat untuk menyelidiki. Di sana, ia mendengar suara Tuhan yang memanggilnya dan memberinya tugas untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Namun, Musa merasa tidak mampu dan ragu akan kemampuannya. Ia bertanya, "Siapakah aku ini, sehingga aku harus pergi kepada Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?"

Dalam konteks pidato Stefanus, kutipan ini bukan sekadar pengulangan sejarah. Stefanus menggunakan peristiwa ini untuk menunjukkan bagaimana bahkan para pemimpin yang dipilih Allah, seperti Musa, pada awalnya merasa tidak berdaya dan membutuhkan kepastian ilahi. Namun, setelah diberikan mandat dan janji penyertaan, Musa menjadi alat yang ampuh di tangan Tuhan. Stefanus kemudian melanjutkan pidatonya, menghubungkan penolakan terhadap Musa dengan penolakan umat Israel terhadap para nabi dan puncaknya, penolakan terhadap Yesus Kristus, Sang Mesias.

Ayat ini mengajarkan kita tentang kerendahan hati dan penerimaan panggilan Tuhan. Musa, meskipun dipilih, tidak serta merta merasa layak. Ia membutuhkan konfirmasi dan dorongan dari Allah. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita semua. Seringkali, ketika Tuhan memanggil kita untuk melayani, kita mungkin merasa tidak mampu, kurang berpengalaman, atau tidak memiliki kualifikasi yang cukup. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh kisah Musa, panggilan ilahi selalu disertai dengan pemberian kuasa dan tuntunan yang cukup untuk melaksanakan tugas tersebut.

Lebih dalam lagi, ayat ini juga mengingatkan kita tentang sifat manusia yang cenderung menolak kebenaran dan otoritas yang datang dari Tuhan. Perkataan "Siapakah yang mengangkat engkau menjadi pemimpin dan hakim atas kami?" yang diucapkan oleh orang-orang yang diperhadapkan dengan Musa, mencerminkan sikap penolakan terhadap otoritas ilahi. Sikap ini kemudian berulang dalam sejarah Israel, yang puncaknya terlihat dalam penolakan Mahkamah Agama terhadap kesaksian para rasul. Stefanus dengan berani mengungkapkan pola ini, berharap agar para pendengarnya menyadari kesalahan mereka dan bertobat.

Melalui kisah rasul 7:27, kita diingatkan bahwa panggilan Tuhan seringkali datang kepada individu yang mungkin tidak tampak luar biasa di mata manusia, tetapi yang kesediaannya untuk taat menjadi kunci. Perjuangan Musa untuk menerima tugasnya dan penolakan yang ia hadapi, memberikan perspektif penting tentang bagaimana iman, keberanian, dan penerimaan terhadap kehendak Tuhan adalah fondasi dari pelayanan yang berdampak. Ini adalah bagian dari narasi besar tentang bagaimana Allah bekerja melalui manusia untuk menggenapi rencana-Nya, meskipun seringkali dihadapkan pada penolakan dan kesulitan.